Lady In Red

Lady In Red

Kisahku berawal dari perkenalanku dengan seorang pengunjung cafe, yang cukup terkenal di lokasi pariwisata yang bersebelahan dengan pulau Bali. Namaku Adietya dan aku seorang pemain musik di cafe, yang mana di cafe tersebut kita bermain bertiga, satu memegang melody satunya lagi memegang biola, dan aku memegang rythm sekaligus vokal.



Seperti pada umumnya cafe yang menawarkan musik hiburan dengan live accoustic, malam itu yang kebetulan bersamaan dengan malam minggu, cafe sudah dipenuhi dengan pengunjung yang rata-rata anak muda semenjak pukul 20.00 kebanyakan dari mereka berpasang-pasangan. Diantara sekian banyaknya pengunjung, ada satu kelompok beranggotakan 3 cewek cantik, salah satu diantaranya adalah Cornelia nama gadis yang berambut sebahu lebih dan berkulit mulus, tingginya kira-kira 170 dengan dipadu gaun malam warna merah yang cukup sexy yang menonjolkan lekuk tubuhnya yang menggiurkan dengan ukuran dada 36c, ukuran dadanya aku ketahui setelah malam itu aku dan Cornelia mereguk kenikmatan berasama di sebuah hotel di kawasan wisata tersebut.

Perkenalanku dengan Cornelia, secara tidak sengaja, diawali dengan sebuah permintaan lagu yang mana pada saat itu pengunjung cukup menikmati suasana romantis yang di dukung penampilan dari beberapa lagu-lagu yang aku bawakan bersama teman-temanku, cukup membuat susana sedikit syahdu.

Pada saat itu seorang waiter datang dengan secarik kertas yang berisikan permintaan lagu dari meja yang di sudut dekat taman kecil yang isinya minta dibawakan sebuah lagu yang berjudul "Lady in red." Tak lama berselang setelah aku berkomunikasi dengan pengunjung, aku menyebutkan bahwa ada permintaan lagu special dari meja sudut, yang aku lanjukan dengan memetik senar gitar dan melantunlah sebuah lagu romantis yang diminta oleh Cornelia.

Setelah lagu itu usai aku sempatkan memandang kearah meja yang disudut yang berisikan 3 cewek cantik-cantik yang mana Cornelia memberikan senyumnya yang manis, sambil mengucapkan sepata kata yang nggak terdengar dengan jelas.

Setelah show sekitar 1 jam aku dan teman-temanku break sebentar, ketika aku turun, aku melihat cewek yang bergaun merah di 3 kelompok cewek cantik-cantik, melambaikan tangannya. Dengan sedikit berdebar aku berjalan kearah mereka. Aku mengulurkan tangan sebagai tanda keramah-tamahan terhadap pengunjung cafe, sambil menyebutkan namaku, "Adietya "! ujarku.
Dan disambut dengan cewek yang bergaun merah "Cornelia," ujarnya, diiringi senyumnya yang menawan. Setelah itu dilanjutkan dengan kedua orang temannya yang aku nggak begitu hafal nama-nama mereka.

Kemudian dia menawarkan aku untuk duduk bergabung dengan mereka sambil menawarkan minuman kepadaku "Kamu boleh pesan minuman apa aja yang kamu suka," kata Cornelia kepadaku.
Setelah aku duduk, tak lama kemudian Cornelia bilang, "Thanks ya.. sapa nama kamu tadi "?
Yang aku lanjutkan menyebutkan namaku sendiri "Adietya."
Kemudian Cornelia melanjutkan kalimatnya yang terpotong tadi, "Thanks ya diet atas lagunya, aku begitu bahagia malam ini, karena lagu yang kamu bawakan untukku tadi."
Aku hanya tersenyum kecil sembari berkata, "Aku juga suka kok lagu itu Lia.. hey, bolehkan aku panggil kamu dengan sebutan itu?" tanyaku kemudian.
Cornelia menganggukan kepalanya sambil berkata, "Aku suka kok kamu memanggil aku dengan sebutan itu."

Sekitar jam 23.00 pertunjukan live accoustic selesai, para pengunjung tinggal beberapa aja yang masih bertahan di meja masing-masing. Di meja sudut, Cornelia dan kedua temannya masih juga asyik dengan obrolannya. Setelah ngobrol sebentar dengan teman-teman musikku, kemudian aku berjalan ke arah meja Cornelia, sewaktu acara break tadi dia pesan kalo sudah usai pertunjukan aku diminta untuk datang ke mejanya.
"Hey.. asyik banget obrolannya.. boleh gabung nggak?" ujarku sambil duduk.
"silahkan diet.. lagian aku khan yang minta kamu datang ke sini," ujar Cornelia.
Selama 20 menit di meja mereka, aku banyak diamnya, karena aku belum terbiasa dengan dikelilingi 3 cewek cantik-cantik.
"Diet.. anterin dong kita pulang ke hotel, sekalian ada yang aku mau bicarakan berdua dengan kamu," ujar Cornelia memecah kesunyian.
"Baiklah kalo begitu," ujarku kemudian sambil menenteng gitarku.
Setelah membayar makanan dan minuman, kita berjalan kaki menuju hotel mereka menginap yang ternyata tak jauh dari cafe itu. Sesampainya di hotel, kedua temannya langsung masuk ke dalam kamar, kecuali Cornelia yang masih berdiri di depan pintu kamar sembari mengatakan sesuatu kepada dua orang temannya yang kelihatan sudah mulai ngantuk.

Setelah menutup pintu kamarnya kembali, Cornelia berjalan kearahku, yang aku lanjutkan dengan berkata, "Kita ke pantai di depan hotel ini yuk.. kamu cerita disana aja nanti, lagian disini susananyakurang bagus dan takut mengganggu kedua teman kamu."
Cornelia hanya mengangguk kecil, "Boleh deh, lagian kayaknya aku belum pernah duduk di pinggir pantai malam hari." lanjutnya kemudian.

Dengan diterangi lampu taman hotel yang menjorok ke arah pantai yang cahanya sedikit terhalang oleh pepohohan yang cukup rindang, aku dan Cornelia duduk di hamparan pasir. Sambil duduk mendekap kedua lututnya mulailah Cornelia bercerita.
"Diet.. makasih yah kamu sudah mau menyanyikan lagu "Lady in Red" tadi, kamu tahu nggak kalo aku sangat terhanyut oleh lirik lagu itu."
"Aku nggak tau kenapa, ketika kamu nyanyi tadi perasaanku begitu terbawa sampai-sampai aku membayangkan kalo seandainya ada cowok yang begitu perhatian dan sayang kepadaku, betapa bahagianya diriku," lanjutnya.
"Memangnya kamu belum punya cowok?" tanyaku kemudian.
"Aku pernah punya cowok.. tapi dia sudah meninggal dalam kecelakaan mobil 2 tahun yang lalu," ungkapnya dengan menahan nafas sesaat.
"Dia juga seorang musisi seperti kamu, bahkan postur dan gaya berbicaranya mirip kamu, makanya saat aku duduk di cafe tadi jantungku sempat berdebar sesaat," Cornelia melanjutkan ceritanya.
"Semakin berdebar saat kamu mulai menyanyikan lagu itu dilanjutkan dengan datang ke mejaku serta ngobrol dan bercanda dengan teman-temanku," ujarnya lagi.

Disini kedua bola mata Cornelia mulai berkaca-kaca, kemudiankudengar dia mulai terisak-isak.
Dengan seketikakupeluk Cornelia untuk mengurangi kesedihannya dan memberikan kedamaian.
Ternyata Cornelia diam saja, sembari memandang ke wajahku dan memelukku semakin erat.

Entah siapa yang memulai kedua bibir kamu sudah saling melumat, memilin dengan penuh nafsu.
tanganku mulai beraksi dengan mengelus permukaan dadanya yang tertutup gaum merah.
"Ouchh.. Adiet..," desahnya.
Kemudian aku lanjutkan dengan menelusupkan tanganku yang satunya ke bagian bawah, dan langsung aku elus permukaan pahanya yang mulus. Tak lama berselang, aku melanjutkan dengan membuka bagian atas gaun merahnya dan tampaklah olehku kemulusankulit dadanya yang kontras terbalut bra warna hitam. Aku mencumbu permukaan dadanya yang mulus, sambil tanganku mengelus punggungnya, yang aku lanjutkan dengan membuka pengait branya yang ternyata berukuran 36c, aku melihat labelnya sekilas yang terpancar oleh cahaya lampu taman.

Setelah membuka pengait bra Cornelia, lidahku tak tinggal diam dengan menjulurkan ujungnya selembut mungkin ke puting payudaranya yang berwarna pink.
"Ssh.. ohh.. Diet," erangnya, ketika ujung lidahku menyentuh putingnya yang keliatan mulai mengeras. Ukuran payudara Cornelia cukup menggairahkan ditunjang dengan kekenyalannya, yang menurutku masih belum banyak tangan yang menjamahnya.

Kemudian aku melanjutkan jilatan dengan menelusuri permukaan dadanya, terus berlanjut ke perutnya lidahku menelusuri setiap jengkalkulitnya. Dengan lembutkuteruskan dengan menurunkan gaun merahnya dan membukanya sekaligus.

Dengan beralaskan gaun merahnya aku merebahkan Cornelia di atas hamparan pasir pantai. Kemudian aku rebahan di samping Cornelia dan membisikan kata-kata, "Aku sayang kamu."
Sambil sesekali aku mengecup bibirnyakulanjutkan berkata, "Lia.. aku juga merasa berdebar saat menyanyikan lagu tadi."
"Kamu begitu cantik dan anggun saat duduk diantara teman-tamanmu," lanjutku kemudian.
Sejenak Cornelia memandangku dengan kedua bibirnya merekah merah. Takkusia-siakan moment ini dengan mengecup bibirnya lembut. Aku menghisap lidah Cornelia yang menjulur menyeruak rongga mulutku.
"Mhh..," bibir Cornelia mendesah pelan.

Tanganku juga mulai aktif dengan mengelus pahanya yang mulus, sementara lidahku beralih ke lehernya yang jenjang dengan menjilatinya yang berlanjut di belakang telinga sebelah kiri.
Kujulurkan lidahku ke lubang telinganya. Kembali Cornelia mendesah pelan, "Oohh.. Diet.."
Aku berdiri dengan pelan, kemudian menunduk ke arah jari-jari kakinya dan langsungkuhisap jemari kakinya satu persatu yang langsung membuat dia terhenyak seketika.
"Ohh.. Diet..," teriaknya.
"Aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini," lanjutnya.
Tanpa memperdulikan keluhannya, aku melanjutkan hisapanku ke telapak kakinya yang membuat dia terhenyak kedua kalinya.

Lidahku sekarang berpindah menuju ke arah betisnya dan menjilati bagian itu dengan lembutnya, dan membuat Cornelia menggelinjang untuk kesekian kalinya.kuarahkan lidahku ke sela pahanya, setelah beberapa saat lamanya bermain di betisnya.kulihat Cornelia semakin menggelinjang, dankulanjutkan dengan menjilati pangkal pahanya yang berdekatan dengan vaginanya. Dengan pelan kembalikujulurkan lidahku ke tepian vagina Cornelia yang ternyata berbulu lebat hitam lebat.
Jilatankulanjutkan mengitari daerah antara anus dan vagina.
"Slurp.. slurp.." ujung lidahku bermain dari atas dan ke bawah.

Kembali Cornelia mendesah, "Ouch.. Diett.. nikmat sekali sayang.."

Sebenarnya aku juga sudah terangsang sekali, penisku sudah keras dan ingin berontak dari celana blue jeansku rasanya, tapi aku sengaja menahan nafsuku, tujuanku aku ingin membuat Cornelia mendapatkan kepuasan terlebih dahulu. Hal ini aku lakukan karena aku nggak mau terkesan egois yang mementingakan diri sendiri, karena aku cukup memahami kalo sebagai seorang laki-laki orgasmenya berbeda dengan perempuan yang bisa multi orgasme dalam satu kali permainan.

Kembalikujulurkan lidahku yang tadinya sudah melewati daerah antara anus dan vagina, sekarang menjulur dengan liarnya di lubang anus Cornelia yang disambut dengan hentakan tubuhnya.
"Ohh.. Diet.. nggakkuat," erangnya kemudian.

Dengan perlahan aku hentikan sesaat foreplayku, yang dilanjut dengan reaksi Cornelia yang duduk dari rebahannya yang kemudian dengan sedikit tergesa-gesa dia mulai membuka kaosku yang di lanjut dengan mencumbu permukaan dadaku dan tangannya tak tinggal diam dengan memasukannya ke sela celana bluejeansku, tangannya mulai menemukan penisku yang sudah mulai mengeras karena nafsu yang tertahan. Tak lama berselang kemudian, Cornelia mulai membuka resliting celana blue jeansku dan langsung menariknya yang pada saat itu posisiku berdiri, sementara dia jongkok di depanku.

Dengan lincahnya Cornelia menjulurkan lidahnya dan menjilati seluruh permukaan penisku yang berukuran lumayan besar dengan bulunya yang hitam lebat. Cornelia memajukan bibirnya dan menghisap ujung kepala penisku dengan lahapnya, serta memainkan lidahnya di dalam rongga mulutnya yang penuh dengan penisku yang dilanjutkan dengan menghisapkuat buah zakarku.
"Ahh.. Lia.. sayang enak banget..," teriakku tertahan.

Dengan tersenyum manis sambil tetap jongkok dibawahku wajahnya menengadah ke atas dan berkata kepadaku, "Kamu suka diet"?
Kujawab dengan suara parau, "Suka banget sayang."
"Aku juga sangat menyukai penis kamu yang lumayan besar ini," lanjutnya.

Perlahan aku bimbing Cornelia untuk berpose merangkak beralaskan gaunnya, dengan sedikit membungkukkan badan aku mulai menjilati kembali permukaan pantatnya yang montok dan dilanjutkan dengan menjilati lubang anusnya dan pinggiran vaginanya.
"Ohh.. Diet.. aku sudah nggak kuat nih.. sekarang yah sayang..," desahnya.
Dengan jongkok sedikit dan memegang kepala penisku yang keras, aku mulai dengan mengelus belahan pantatnya sampai ke belahan vaginanya yang sudah basah dengan lendirnya.

Dengan lembut aku mulai memasukan penisku ke vagina Cornelia yang ternyata cukup sempit juga.
"Srett.. bles.." masuklah kepala penisku seperempatnya.
"Ohh.. Diet.. enak sayang masukan semuanya dong..," desahnya.
Dengan perlahan, kembali aku memajukan penisku ke vagina Cornelia.
"Sret.. srett.. bles." masuklah setengah bagian penisku. Dengan sekali tekan amblaslah semua penisku kedalam lobang vagina Cornelia yang cukup terasa remasannya.

Kulanjutkan dengan memaju mundurkan pantatku perlahan yang menjadikan Cornelia semakin menggelinjang karena tekanan penisku di dalam lobang vaginanya. Dengan bertumpu di pinggulnya, aku kembali memaju mudurkan penisku.

"Srett.. srett.. bles.. bless" suara yang dihasilkan dari pertemuan penis dan vagina kita berdua, tanganku juga tak tinggal diam dengan meremas kedua payudaranya dari belakang. Tak lama berselang badan Cornelia bergetar hebat, menandakan dia akan mencapai orgasme.
"Diet.. aku mau sampai nih," teriaknya.
"Sebentar sayang.. aku juga mau nyampai nih," ujarku juga.
Dengan cepat aku memompa penisku kedalam vagina Cornelia.
"Sret.. srett.." bunyi dari irama cinta kami.
Tak lama kemudian Cornelia mengejang tubuhnya.
"Ahh.. Diett..," teriaknya.
"Serr.. serr.." ada desiran hangat dari dalam lobang vagina Cornelia. Ternyata dia sudah mencapai orgasme duluan. Aku semakin mempercepat kocokkanku di vagina Cornelia.
"Srett.. srett.. srett."
"Ahh.. crott.." menyemburlah spermaku didalam vagina Cornelia yang cantik.

Kukecup bibirnya sambil mengucapkan kata, "Aku sayang kamu Lia"
Dibalas kecupanku dengan, "Aku juga sayang kamu diet," ujar Cornelia. Beruntunglah diriku bisa bercinta dengan Cornelia yang cantik, apalagi oral sexnya begitu dahsyat yang awalnya tidak pernah kubayangkan.

E N D
Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 2

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 2

Dari Bagian 1


Jodi mengeluarkan tangannya dari balik celana dalam Ana yang membuatnya sedikit kecewa, ada sesuatu yang terasa hilang. Diraihnya tepian celana jeans Ana dan dengan cepat Ana mengangkat sedikit pantatnya dari atas sofa, yang mau tak mau membuatnya melepaskan batang penis itu dari mulutnya, dan mempermudah sahabat suaminya ini melepaskan celananya dari kakinya yang halus.



Nafasnya tercekat, dada terasa berat saat dia melihat Jodi menarik celana dalamnya. Dengan sedikit memaksa dia menurunkannya melewati kakinya dan Ana menendangnya menjauh dari kakinya sendiri. Membantu Jodi menelanjangi tubuh bawahnya. Jodi sekarang berlutut di lantai dan menatap takjub pada segitiga menawan dari rambut kemaluan Ana.

Dia menyentuh vagina Ana dengan tangan kirinya, menjalankan jari tengahnya pada kelentitnya sambil tangan yang satunya menggenggam batang penisnya sendiri. Ana mendesah pelan, pinggulnya bergetar. Matanya terpejam rapat, dia sangat meresapi rasa yang diberikan selangkangannya. Jodi mengoleskan kepala penisnya pada pipi dan hidung Ana. Saat sampai di mulutnya, Ana membuka mulutnya segera dan Jodi langsung mendorong penisnya masuk.

Tangannya yang kecil menggenggam buah zakarnya dan Ana membuka matanya perlahan saat dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun pada batang penisnya. Jodi semakin melesakkan jarinya ke dalam vagina Ana, membuat Ana memejamkan matanya lagi, mengerang. Vaginanya terasa sangat basah! Jarinya bergerak di seluruh rongga lubang itu, bergerak keluar masuk saat ibu jarinya mengerjai kelentit Ana.

Kini, celana jeans dan celana dalam Jodi sudah jatuh merosot di atas lantai, Jodi menarik penisnya keluar dari mulut Ana dan langsung menendang pakaian bawahnya menjauh. Dia menunduk, tangannya bergerak ke bawah bongkahan pantat Ana, mengangkatnya dari atas sofa agar bagian bawah tubuh istri sahabatnya ini lebih terekspose ke atas. Ana meraih penisnya dan segera memasukkannya kembali ke dalam mulutnya. Jodi mendekatkan kepalanya pada daging nikmat Ana.

Masih tetap menahan pantat Ana ke atas, mulutnya mencium bibir vagina Ana, mencicipi rasa dari istri sahabatnya untuk pertama kalinya. Mulut Ana langsung mengerang merespon, sejenak menikmati sensasi yang diberikan Jodi sebelum kembali meneruskan 'pekerjaan' mulutnya. Lidah Jodi melata pada dinding bagian dalam dari vagina Ana, menjilati sari buah gairah yang dikeluarkannya.

Ana merasa bibir Jodi menjepit tombol sensitifnya dan lidahnya bergerak pelan pada sasarannya. Erangan semakin tak terkendali lepas dari mulutnya akibat perlakuan Jodi kali ini. Batang penisnya terlepas keluar dari cengkeraman mulut Ana. Jodi semakin menaikkan pantat Ana, menekan vagina Ana pada wajahnya dan lidahnya semakin bergerak menggila.

Jantung Ana serasa mau meledak, nafasnya terasa berat.. Sangat dekat.. Jantungnya berhenti berdenyut, orgasmenya datang. Pinggulnya mengejat di wajah Jodi dengan liar. Ana merasa jiwanya melayang entah kemana! Pria ini memberinya sebuah oral seks terhebat yang pernah didapatkan dalam hidupnya!

Akhirnya, Ana kembali ke bumi. Jodi melepaskan pantatnya, mengangkat kepalanya dari selangkangan Ana. Batang penisnya terasa sangat keras, dan nafasnya terdengar memburu tak beraturan. Ana pikir dia tak mungkin dapat menghentikan pria ini sekarang meskipun dia menginginkannya. Jodi naik ke atas sofa, menempatkan dirinya di antara paha Ana, yang tetap Ana biarkan terbentang lebar hanya untuknya.

Terlintas dalam pikirannya jika dia tetap meneruskan ini terjadi, milik Jodi adalah penis kedua yang akan memasuki tubuhnya dalam hidunya. Sedikit gelembung rasa bersalah melayang dalam benaknya. Yang dengan cepat meletus menguap saat ujung kepala penis Jodi menyentuh bibir vaginanya, membuat sekujur tubuhnya seakan tersengat aliran listrik.

Dengan perlahan Jodi memasukkan penisnya menembus ke dalam tubuh Ana. Pada pertengahan perjalanannya dia menghentikan sejenak gerakannya, menikmati gigitan bibir vagina Ana pada batang penisnya dan tiba-tiba dia menghentakkan kedalam dengan satu tusukan. Dinding vaginanya terbuka menyambutnya, dan pelan-pelan Ana dapat merasakan dirinya menerima sesuatu yang lain memasuki tubuhnya kini. Tubuhnya merinding, perasaan menakjubkan ini merenggut nalarnya.

Jodi mengeluarkan separuh dari batang penisnya dan menghunjamkannya kembali seluruhnya ke dalam vagina Ana. Erangan keduanya terdengar saling bersahutan dan Jodi menahan penisnya sejenak di dalam vagina Ana, meresapi sensasinya. Manahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya, dia menatap ke bawah pada istri sahabatnya ini sambil menggerakkan penisnya keluar masuk dalam vagina Ana dengan gerakan lambat.

Ana pejamkan matanya, mendesah lirih saat dia rasakan kejantanan Jodi keluar masuk dalam tubuhnya. Jodi melihat batang penisnya menghilang lalu muncul kembali dalam daging hangat basah milik Ana lagi dan lagi, dan gerakannya perlahan semakin cepat. Nafas keduanya semakin berat, Jodi bergerak semakin cepat, Ana menggelinjang, mengerang, kakinya terangkat keatas.

Kedua kakinya akhirnya jatuh dibelakang pantat Jodi yang mengayun keluar masuk. Tubuh Jodi menindih tubuh kecil wanita di bawahnya saat dia mengocok vaginanya semakin keras. Dia menciumi leher Ana, dan menghisap lubang telinganya dengan mulutnya, erangan keduanya terdengar mengiringi setiap gerakan tubuh mereka.

Lengan Ana melingkari tubuh Jodi, kukunya tertancap pada punggung Jodi saat kakinya terayun-ayun oleh gerakan pantat Jodi. Mulut Ana menyusuri leher Jodi, mencari bibirnya. Saat bibir mereka bertemu, mereka berciuman untuk pertama kalinya. Lidah Ana merangsak masuk ke dalam mulut Jodi mengiringi batang penisnya yang menggenjot tubuhnya berulang-ulang. Bibir keduanya saling melumat, saling mengerang dalam mulut masing-masing di atas sofa di ruang tengah itu. Sofa itu sedikit berderit akibat gerakan Jodi yang bertambah liar.

Ana dapat merasakan orgasmenya mulai tumbuh, dan dia menghentikan ciumannya, tak mampu menahan erangannya lagi. Mulut mungilnya mengeluarkan erangan yang sangat keras dan semakin keras saat penis keras Jodi semakin melebarkan vaginanya dan Jodi memasukinya bertambah dalam.

Seorang pria baru! Ana tak pernah melakukannya dengan pria lain selain Roy sebelumnya dan pria baru ini melakukannya dengan sangat hebat! Semuanya terasa bergerak cepat. Orgasmenya meledak, Ana mencoba menahan erangannya dengan menggigit bibir bawahnya. Dinding-dinding vaginanya berkontraksi mencengkeram batang penis pria baru ini dengan kuat, dan Ana menghentakkan pinggulnya keatas berlawanan dengan gerakan Jodi di atas tubuhnya, berusaha agar batang penis Jodi tenggelam semakin dalam pada tubuhnya saat ombak orgasme mengambil alih kesadarannya.

Jodi memandangi Ana saat dia dilanda orgasme, masih tetap mengocok penisnya dengan kecepatan yang dia mampu. Dia tak menyangka wanita pemalu dan pendiam ini akan begitu mudah ditaklukannya! Dia merasakan miliknya juga segera tiba, gerakannya semakin dipercepat. Dalam beberapa tusukan kemudian, dan lalu meledaklah. Sejenak setelah orgasme Ana mereda, orgasme Jodi datang.

Tusukan terakhirnya membuat penisnya terkubur semakin jauh dalam vagina Ana. Dia menggeram, penisnya berdenyut hebat. Semburan demi semburan yang kuat keluar dari ujung penisnya mendarat dalam rahim Ana seakan tanpa jeda. Ana menggoyangkan pantatnya naik ke atas, memeras semua sperma dari penis Jodi. Jodi tak bisa menahan tubuhnya lebih lama, dia jatuh menindih tubuh Ana di bawahnya, mencoba bernafas dengan susah payah.

Tangan Ana membelai punggung Jodi saat sperma terakhirnya keluar dari penisnya menyirami vaginanya. Keduanya masih berusaha untuk mengatur nafas. Kedua bibir mereka merapat, berciuman dengan lembut. Lidahnya menggelitik rongga mulut Ana dan ciuman mereka berubah menjadi liar saat penis Jodi mulai mengecil dalam vagina Ana. Tangan dan paha Ana mencengkeramnya erat, menahannya agar tetap berada dalam tubuhnya.

Dia mendapatkan pengalaman lain dengan pria ini. Pria kedua yang bercinta dengannya dalam 29 tahun usianya. Akhirnya mereka menghentikan ciumannya. Jodi mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi dari vagina Ana. Keduanya mengenakan pakaiannya masing-masing tanpa saling berkata-kata. Ana terlalu malu untuk mengucapkan sesuatu dan Jodi tak tahu harus berkata apa.

*****

Roy pulang 30 menit kemudian ? dia pulang lebih awal, tapi tak lebih awal (beruntunglah mereka). Ketiganya lalu makan malam, dan Ana tak dapat menyingkirkan pikirannya dari bayangan Jodi sepanjang waktu itu.

Roy dan Jodi kemudian sibuk dengan urusan pria yang tak begitu dimengerti oleh Ana. Dan malam berikutnya, mereka berdua duduk di meja makan bersama Ana. Para pria sedang bermain catur. Ana menghabiskan sepanjang harinya mengasuh bayi mereka. Kapanpun saat dia sedang sendiri, dia tak mampu hentikan dirinya memikirkan pengalamannya bersama Jodi kemarin. Dia merasa gairahnya menyala-nyala sepanjang hari itu, dan dia mempunyai beberapa menit untuk memuaskan dirinya dengan tangannya sendiri.

Saat menuangkan minuman pada suaminya dan Jodi malam itu, dia sangat bergairah, dan sangat basah. Setiap kali dia melirik Jodi, ada desiran halus pada vaginanya. Sekarang dia telah mencoba seorang pria lain, dan dia merasa ketagihan! Jodi tak jauh beda. Dia bermasturbasi membayangkan istri sahabatnya ini kemarin malam, sebelum tidur. Bayangan tubuh telanjangnya memenuhi benaknya sepanjang hari. Saat Roy pergi ke kamar mandi, Jodi beringsut mendekati Ana.

"Apa kamu menikmati waktu kita kemarin?" tanyanya berbisik.
"Ya." Ana tersenyum manis. Sifatnya yang malu-malu membuat birahi Jodi terbakar.
"Apa kamu menginginkannya sekarang?" dia bertanya memastikan. Penisnya sudak mengeras sekarang. Ana terkejut dengan pertanyaannya yang sangat berani itu, malu-malu, lalu mengangguk.

Jodi memutuskan akan sedikit menggodanya. Membuat Ana semakin menginginkannya agar kesempatan mendapatkannya lagi semakin terbuka lebar. Dia menurunkan resleiting celananya dan melepaskan kancingnya, tangannya masuk ke dalam pakaian dalamnya. Dia mengeluarkan penisnya, yang sudah ereksi penuh. Nafas Ana tercekat di tenggorokan, denyutan di vaginanya memberinya sebuah sensasi. Batang penis itu berada dalam tubuhnya kemarin. Dia menginginkannya lagi sekarang.

Mereka mendengar pintu kamar mandi terbuka dan Jodi segara memasukkan penisnya kembali ke dalam celananya. Roy masuk ke dalam ruangan, tak mengira sahabatnya baru saja memperlihatkan penisnya yang ereksi pada istrinya. Tak lama berselang, entah kenapa dewa kemujuran selalu berpihak pada mereka, Roy lagi-lagi mau ke kamar mandi. Saat dia berdiri dan bergegas ke kamar mandi, vagina istrinya berdenyut membutuhkan penis Jodi. Begitu Roy menghilang dari pandangan keduanya, Jodi langsung bangkit dari kursinya. Mata Ana berbinar terfokus pada tonjolan di celana Jodi saat mereka mendengar pintu kamar mandi ditutup.

Dia langsung menurunkan resleitingnya, dan mengeluarkan batang penisnya. Dengan cekatan Jodi mengocok penisnya sampai ereksi penuh, sangat dekat di wajah Ana. Jodi berdiri dei depan Ana, dan Ana langsung berlutut di hadapan sahabat suaminya. Kepala penisnya menyentuh kulit pipinya, dan perlahan bergerak ke mulutnya. Saat Jodi merasa bibir lembut Ana menyentuh ujung kepala penisnya, dia merasa mulut itu membuka.


Ke Bagian 3
Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 3

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 3

Dari Bagian 2


Segera saja kepala penis itu lenyap ke dalam mulut Ana, dan Jodi melihat bibir itu bergerak membungkus seluruh batang penisnya. Tangannya membelai rambut panjang Ana dengan lembut, menahan kepalanya saat seluruh bagian batang penisnya lenyap dalam mulut Ana. Kepalanya segera bergerak maju mundur pada batang penis itu, suara basah dari hisapan mulutnya segera terdengar.



Kembali, mereka mendengar pintu kamar mandi dibuka, dan Jodi mengeluarkan penisnya dari mulut Ana dengan cepat. Agak kesulitan dia memasukkan penisnya kembali dalam celananya dan segera duduk kembali di kursinya, menutupi perbuatan mereka. Roy duduk dan memberi Ana ciuman kecil, tak tahu kalau istrinya baru saja mendapatkan sebuah batang penis yang lain dalam mulutnya.

Mereka kembali mendapatkan kesempatan sekali lagi di malam itu, dan mereka berusaha memanfaatkannya semaksimal mungkin. Bayi mereka menangis di lantai atas, Roy berinisiatif untuk pergi melihatnya. Ana lebih dari senang mengijinkannya. Dia sangat menginginkan penis itu, tapi dia tak mampu berbuat apa-apa. Meskipun mendapatkannya di dalam mulutnya tak mampu meredakan gairahnya.

Mereka dapat mendengar bunyi langkah kaki Roy yang menaiki tangga, dan Ana langsung berdiri. Dia tak pernah seagresif ini! Tapi kehausannya akan penis itu mampu mengubah tabiatnya. Hanya sekedar untuk segera melihatnya lagi! Dia langsung berlutut di antara paha Jodi, dan Jodi segera membukanya untuknya..

Tangan mungilnya dengan cekatan melepaskan kancing dan resleitingnya, dan dia langsung membukanya dalam sekejap. Ana meraih ke dalam celana dalam Jodi dan mengeluarkan penis kerasnya. Vaginanya langsung basah hanya dengan memandangnya saja. Tangannya yang kecil mengocoknya, saat lidahnya menjilati dari pangkal batang penis Jodi hingga ke ujung.

Sekali lagi, dia kembali memasukkannya ke dalam mulutnya. Menghisapnya dengan rakus hingga mengeluarkan bunyi, tak menghiraukan resiko kepergok suaminya. Jodi mendengarkan dengan seksama gerakan dari lantai atas, memastikan Roy tidak turun ke bawah.

Jodi menatapnya. Bibirnya membungkus batang penisnya dengan erat, kepala penisnya tampak bekilatan basah terkena lampu ruangan ini saat itu keluar dari mulutnya, mata Ana terpejam menikmati. Dia ternyata begitu pintar memberikan blow job! Jodi sangat ingin menyetubuhi wanita ini, meskipun hanya sesaat.

Gairahnya sudah tak terbendung lagi, dan dia memegang pipi Ana, batang penisnya keluar dari mulutnya. Jodi berdiri, penisnya mengacung tegang, dan Ana berdiri bersamaan, memandangnya dengan api gairah yang sama. Jodi menciumnya, lembut, melumat bibirnya. Dia menciumnya lagi, dan lidah mereka saling melilit. Lalu ciuman itu berakhir. Jodi memutar tubuh Ana membelakanginya. Ana merasakan tangan Jodi berada pada vaginanya, berusaha melepaskan kancing celananya.

"Jangan.." desahan lirih keluar dari mulutnya.

Dia tak tahu mengapa kata itu keluar dari mulutnya saat dia ingin mengucapkan kata 'ya'. Celananya jatuh hingga lututnya, memperlihatkan pantatnya yang dibungkus dengan celana dalam katun berwarna putih. Jodi merenggut kain itu dan langsung menyentakkannya ke bawah, membuat pantat Ana terpampang bebas di hadapannya. Jodi masih dapat mendengar suara gerakan di lantai atas jadi dia tahu dia aman untuk beberapa saat, dia hanya perlu memasukkan penisnya ke dalam vaginanya, walaupun untuk se detik saja!

Nafas keduanya memburu, dan Ana sedikit menundukkan tubuhnya ke depan, tangannya bertumpu pada meja makan, membuka lebar kakinya. Jodi jauh lebih tinggi darinya, penisnya berada jauh di atas bongkahan pantatnya. Dia sedikit menekuk lututnya agar posisinya tepat. Dia semakin menekuk lututnya, sangat tidak nyaman, tapi dia sadar kalau dia terlalu tinggi untuk Ana. Dia tahu dia akan merasa kesulitan dalam posisi ini, tapi hasratnya semakin mendesak agar terpenuhi segera.

Dia menggerakkan pinggulnya ke depan, ujung kepala penisnya menyentuh bibir vaginanya. Ana sudah teramat basah! Dan itu semakin mengobarkan api gairah Jodi. Saat bibir vagina Ana sedikit mencengkeram ujung kepala penisnya, Jodi tahu jalan masuknya sudah tepat. Dia mendorong ke depan. Ana menghisapnya masuk ke dalam, separuh dari penisnya masuk ke dalam dengan cepat.

Ana mendesah, merasa Jodi memasukinya. Jodi mencengkeram pantat Ana dan memaksa memasukkan penisnya semakin ke dalam. Batang penisnya sudah seluruhnya terkubur ke dalam cengkeraman hangatnya. Jodi mulai menyetubuhinya dari belakang, menarik penisnya separuh sebelum mendorongnya masuk kembali, lagi dan lagi. Serasa berada di surga bagi mereka berdua. Jodi berada di dalam vaginanya hanya beberapa detik, tapi bagi keduanya itu sudah dapat meredakan gelora api gairah yang membakar.

Tiba-tiba Jodi mendengar gerakan dari lantai atas. Ana tak menghiraukannya, dia sudah tenggelam jauh dalam perasaannya. Jodi mengeluarkan penisnya dari vagina Ana. Sebenarnya Ana ingin teriak melampiaskan kekesalannya, tapi segera dia sadar akan bahaya yang mengancam mereka berdua, segera saja dia menarik celana dan celana dalamnya sekaligus ke atas. Saat Roy datang, mereka berdua sudah duduk kembali di kursinya masing-masing, gusar.

Jodi dan Ana menghabiskan sisa malam itu dengan gairah yang tergantung. Saat malam itu berakhir, Jodi segera bergegas pergi ke kamarnya dan langsung mengeluarkan penisnya. Hanya dibutuhkan 3 menit saja baginya bermasturbasi dan legalah.. Tapi bagi Ana, tidaklah semudah itu. Kamar tidurnya berada di lantai yang berlainan dengan kamar tamu yang dihuni Jodi, dan dia tak punya kesempatan untuk melakukan masturbasi. Bahkan Roy tak mencoba untuk bercinta dengannya malam itu! Seperempat jam ke depan dilaluinya dengan resah. Ana memberi beberapa menit lagi untuk suaminya sebelum dia tak mampu membendungnya lagi.

Dia turun dari tempat tidur, setelah memastikan suaminya sudah tertidur lelap. Dia mengendap-endap menuju ke kamar tamu. Malam itu dia hanya memakai kaos putih besar hingga lututnya dan celana dalam saja untuk menutupi tubuh mungilnya. Dengan hati-hati dia membuka pintu kamar Jodi, menyelinap masuk, dan menutup perlahan pintu di belakangnya. Jodi sudah tertidur beberapa menit yang lalu. Ana berdiri di samping tempat tidur, memandang pria yang tertidur itu, memutuskan bahwa dia akan melakukannya. Ini tak seperti dirinya! Dia tak pernah seagresif ini! Dia tak pernah berinisiatif! Tapi sekarang, terjadi perubahan besar.

Ditariknya selimut yang menutupi tubuh Jodi, Jodi tergolek tidur di atas kasur hanya memakai celana dalamnya. Ana mencengkeram bagian pinggirnya dan dengan cepat menariknya turun hingga lututnya, membebaskan penis Jodi yang masih lemas. Dengan memandangnya Ana merasakan desiran halus pada vaginanya. Dia tak percaya Jodi tak terbangunkan oleh perbuatannya tadi! Yah, baiklah, dia tahu bagaimana cara membangunkannya.

Ana duduk di samping Jodi, dengan perlahan membuka kaki Jodi ke samping. Tangan mungilnya meraih penis Jodi yang masih lemas menuju ke mulutnya. Rambut panjangnya jatuh tergerai di sekitar pangkal paha Jodi. Jodi setengah bangun, merasa nyaman. Penisnya membesar dalam mulut Ana, dan sebelum ereksi penuh, dia akhirnya benar-benar terjaga. Tak membutuhkan waktu lama baginya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi ? istri sahabatnya sedang menghisap penisnya!

Dia mendesah, tangannya meraih ke bawah dan mengelus rambut panjang Ana saat dengan pasti penisnya semakin mengeras dalam mulut Ana. Merasakan penisnya yang semakin membesar dalam mulutnya membuat celana dalam Ana basah, dan dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun. Dia menghisap dengan berisik, lidahnya menjalar naik turun seperti seorang professional.

Jodi dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan mulut Ana saat menghisap penisnya, dan dia dapat melihat bayangan tubuh Ana yang diterangi cahaya bulan yang masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Ana sedang memberinya blow job yang hebat. Untunglah dia bermasturbasi sebelum tidur tadi, kalau tidak pasti dia tak akan dapat bertahan lama.

Ana tak mampu menahannya lagi. Dia ingin vaginanya segera diisi. Dia sangat terangsang, dia sangat membutuhkan penis itu dalam vaginanya seharian tadi. Dikeluarkannya penis Jodi dari dalam mulutnya, dan berdiri dengan bertumpukan lututnya di atas tempat tidur itu. Tangannya menarik bagian bawah kaosnya ke atas dan menyelipkan kedua ibu jarinya di kedua sisi celana dalamnya dan mulai menurunkannya. Diangkatnya salah satu kakinya untuk melepaskan celana dalam itu dari kakinya. Kaki yang satunya lagi dan kemudian merangkak naik ke atas kasur setelah menjatuhkan celana dalamnya ke atas lantai. Nafasnya sesak, menyadari apa yang menantinya.

Diarahkannya batang penis Jodi ke atas dengan tangannya yang kecil dan bergerak ke atas Jodi, memposisikan vaginanya di atasnya. Jodi dapat merasakan bibir vagina Ana yang basah menyentuh ujung kepala penisnya saat Ana mulai menurunkan pinggulnya. Daging dari bibir vaginanya yang basah membuka dan kepala penis Jodi menyelinap masuk. Ana mengerang lirih, tubuhnya yang disangga oleh kedua lengannya jadi agak maju ke depan. Ana semakin menekan ke bawah, membuat keseluruhan batang penis Jodi akhirnya tenggelam ke dalamnya.

Erangan Ana semakin terdengar keras. Dia merasa sangat penuh! Jodi benar-benar membukanya lebar! Ana semakin menekan pinggulnya ke bawah dan dia mulai menciumi leher Jodi, berusaha menahan Jodi di dalam tubuhnya. Bibir mereka bertemu dan saling melumat dengan bernafsu. Lidah Ana menerobos masuk ke dalam mulut Jodi, menjalar di dalam rongga mulutnya saat dia tetap menahan batang penis Jodi agar berada di dalam vaginanya.

Jodi membalas lilitan lidah Ana, tangannya bergerak masuk ke balik kaos yang dipakai Ana, bergerak ke bawah tubuhnya hingga akhirnya tangan itu mencengkeram bongkahan pantat Ana. Tangannya mengangkat pantat Ana ke atas, membuat tubuhnya naik turun di atasnya ? Ana tetap tak membiarkan batang penis Jodi teangkat terlalu jauh dari vaginanya!

Tak menghiraukan keberadaan Roy yang masih terlelap tidur di kamarnya, mereka berdua berkonsentrasi terhadap satu sama lainnya. Tangan Jodi naik ke punggung Ana, menarik kaos yang dipakai Ana bersamanya. Ciuman mereka merenggang, Ana mengangkat tubuhnya, tangannya mengangkat ke atas saat Jodi melepaskan kaosnya lepas dari tubuhnya. Payudaranya terbebas. Jodi melihatnya untuk pertama kalinya. Di dalam keremangan cahaya, Jodi masih dapat menangkap keindahannya. Payudaranya yang tak begitu besar dengan puting susu yang keras menantang, dan dia menggoyangkannya dihadapan Jodi, menggodanya.

Jodi mengangkat tubuhnya, tangannya yang besar menahan punggung Ana saat dia menghisap putingnya ke dalam mulutnya. Ana menggelinjang kegelian saat lidahnya bergerak melingkari sebelah payudaranya sebelum mencium yang satunya lagi. Pada waktu yang bersamaan Jodi mengangkat pantatnya, masih berusaha agar tetap tenggelam dalam vaginanya, tapi bergerak keluar masuk dengan pelan. Tangannya meremas payudara Ana yang bebas, sedangkan mulutnya terus merangsang payudara yang satunya dengan mulutnya.

Ana memandang Jodi yang merangsang payudaranya, tangannya membelai rambut Jodi dengan lembut. Ana merasa penis Jodi bergerak keluar sedikit tapi tak lama kemudian masuk kembali ke dalam vaginanya. Dia merasa sangat nyaman, sangat berbeda di dalam tubuhnya. Dia mulai menggoyang, mengimbangi kocokan Jodi yang mulai bertambah cepat.


Ke Bagian 4
Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 1

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 1

Ana meletakkan bayinya di atas boks, lalu dia sendiri rebahan di atas sofa di ruang tengah, merasa agak sedikit kelelahan. Suaminya, Roy, bilang padanya kalau ada seorang sahabat lamanya yang akan datang dan menginap di akhir pekan ini, jadi disamping mengurus bayinya, dia mempunyai sebuah pekerjaan tambahan lagi, menyiapkan kamar tamu untuk menyambut tamu suaminya itu. Pikirannya melayang pada sang tamu, sahabat suaminya yang akan datang nanti, Jodi.



Jodi adalah sahabat lama suaminya saat kuliah dulu. Dia cukup akrab dengan mereka. Ana sudah cukup mengenal Jodi, lebih dari cukup untuk menyadari bahwa hatinya selalu berdesir bila bertatapan mata dengannya. Sebuah perasaan yang tumbuh semakin besar yang tak seharusnya ada dalam hatinya yang sudah terikat janji dengan Roy waktu itu. Dan perasaan itu tetap hidup di dasar hatinya hingga mereka berpisah, Ana akhirnya menikah dengan Roy dan sekarang mereka mempunyai seorang bayi pria.

Ada sedikit pertentangan yang berkecamuk dalam hatinya. Di satu sisi meskipun dia dan suaminya saling menjunjung tinggi kepercayaan dan berpikiran terbuka, tapi dia tetap merasa sebagai seorang istri yang wajib menjaga kesucian perkawinan mereka dan kesetiaannya pada sang suami. Tapi di sisi lain Ana tak bisa pungkiri bahwa ada rasa yang lain tumbuh di hatinya terhadap Jodi hingga saat ini. Seorang pria menarik berumur sekitar tiga puluhan, berpenampilan rapi, dan matanya yang tajam selalu membuat jantungnya berdebar kencang saat bertemu mata. Sosoknya yang tinggi tegap membuatnya sangat menawan.

Ana adalah seorang wanita ayu yang bisa dikatakan sedikit pemalu dan selalu berpegang teguh pada sebuah ikatan. Dan dia tak kehilangan bentuk asli tubuhnya setelah melahirkan. Mungil, payudara yang jadi sedikit lebih besar karena menyusui dan sepasang pantat yang menggoda. Rambutnya lurus panjang dengan mata indah yang dapat melumerkan kokohnya batu karang. Semua yang ada pada dirinya membuat dia mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenisnya meskipun dia tak pernah menunjukkannya. Ah.. Seandainya saja dia mengenal Jodi jauh sebelum suaminya datang dalam kehidupannya!

Ana pejamkan matanya mencoba meredam pergolakan dalam hatinya dan hati kecilnya menuntun tangannya bergerak ke bawah tubuhnya. Vaginanya terasa bergetar akibat membayangkannya dan saat dia menyentuh dirinya sendiri yang masih terhalang celana jeansnya, sebuah ombak kenikmatan menerpa tubuhnya. Jemarinya yang lentik bergerak cepat melepas kancing celananya lalu menurunkan resluitingnya. Tangannya menyelinap di balik celana dalam katunnya yang berwarna putih, melewati rambut kemaluannya hingga sampai pada gundukan daging hangatnya. Nafasnya terasa terhenti sejenak saat jarinya menyentuh kelentitnya yang sudah basah, membuat sekujur tubuhnya merasakan sensasi yang sangat kuat.

Dia terdiam beberapa waktu. Roy pulang 2 jam lagi, dan Jodi juga datang kira-kira dalam waktu yang sama. Kenapa tidak? Dia tak bisa mencegah dorongan hati kecilnya. Toh dia tak menghianati suaminya secara lahiriah, hanya sekedar untuk memuaskan dirinya sendiri dan 2 jam lebih dari cukup, sisi lain hatinya mencoba beralasan membenarkan kobaran gairahnya yang semakin membesar dalam dadanya.

Ana menurunkan celana jeansnya dan mengeluarkan kakinya satu persatu dari himpitan kain celana jeansnya. Melepaskan celana dalamnya juga, lalu dia kembali rebah di atas sofa. Dari pinggang ke bawah telanjang, kakinya terbuka. Pejamkan matanya lagi dan tangannya kembali bergerak ke bawah, menuju ke pangkal pahanya, membuat dirinya merasa se nyaman yang dia inginkan.

Dia nikmati waktunya, menikmati setiap detiknya. Dia membayangkan Jodi sedang memuaskannya, deru nafasnya semakin cepat. Ana tak pernah berselingkuh selama ini, membayangkan dengan pria lain selain Roy saja belum pernah, semua fantasinya hanya berisikan suaminya. Tapi sekarang ada sesuatu dari pria ini yang menyeretnya ke dalam fantasi barunya.

"Ups! Maaf!" terdengar sebuah suara.

Matanya langsung terbuka, dan dia tercekat. Dia melihat bayangan seorang pria menghilang di sudut ruangan. Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan masturbasi selama lebih dari 10 menit, dan dia benar-benar tenggelam dalam alam imajinasinya hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam rumah. Dan dia sadar kalau bayangan pria itu adalah Jodi, dengan terburu-buru dia mengambil pakaiannya dan segera memakainya lagi.

"Mafkan aku Ana, nggak ada yang menjawab ketukanku dan pintunya terbuka..", kata Jodi.

Dia berada di sudut ruangan jauh dari pandangan, tapi dia sudah melihat banyak! Pemandangan yang disaksikannya saat dia memasuki ruangan ini membakar pikirannya. Istri sahabatnya berbaring dengan kaki terpentang lebar di atas sofa itu, tangannya bergerak berputar pada kelentitnya. Pahanya yang lembut dan kencang tebuka lebar, rambut kemaluannya yang hitam mengelilingi bibir vaginanya. Penisnya mengeras dengan cepat dalam celana jeansnya.

"Nggak apa-apa, kamu boleh masuk sekarang..", jawab Ana dari ruang keluarga. Dia sudah berpakaian lengkap sekarang, dan dia berbaring di atas sofa, menyembunyikan wajahnya dalam telapak tangannya.
"Aku sangat malu." katanya kemudian.
"Ah, kita semua pernah melakukannya, Ana!" jawab Jodi.

Dia berdiri tepat di samping Ana, seperti ingin agar Ana dapat melihat seberapa 'kerasnya' dia. Dia tak dapat mencegahnya, wanita ini sangat menggoda. Dia merasa kalau dia ingin agar wanita ini bergerak padanya.

"Tetap saja memalukan!" katanya, menyingkirkan tangannya dari wajahnya.

Vaginanya berdenyut sangat hebat, dia hampir saja mendapatkan orgasme tadi! Sebuah desiran yang lain terasa saat dia melihat tonjolan menggelembung pada bagian depan celana Jodi. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya, tapi masih saja pria ini memergokinya. Sekarang Jodi menjadi lebih terbakar lagi, ini lebih dari cukup.

"Nggak ada yang harus kamu permalukan, setidaknya itu pendapatku setelah apa yang sudah aku lihat tadi!" katanya tenang. Ana menatapnya penuh dengan tanda tanya.
"Aku jadi benar-benar terangsang melihatmu seperti itu, sebuah perasaan yang belum pernah ku alami sebelumnya." dia menjelaskan.

Kata-katanya, adalah kenyataan bahwa dia sangat menginginkannya, membuat Ana semakin basah. Dia menyadari betapa istri sahabatnya ini 'tertarik' akan perkataannya tersebut dan Jodi memutuskan untuk lebih menekannya lagi.

"Lihat akibatnya padaku!" katanya.

Tangannya bergerak mengelus tonjolan pada bagian depan celananya. Ini masih dalam batas yang bisa dikatakan 'wajar', belum ada batas yang dilanggar. Saat Jodi melihat 'noda' basahnya di atas permukaan sofa itu dan mata Ana yang tak berpaling dari seputar pinggangnya, Jodi memutuskan akan melanggar batas tersebut.

Ana hanya melihat dengan diam saat sahabat suaminya ini membuka kancing dan menurunkan resleiting celananya. Ana tak bisa mengingkari bahwa dia menjadi lebih terangsang, dan dia tak menemukan kata yang tepat untuk mencegah pria ini. Dan saat dia menyaksikan pria di depannya ini memasukkan tangannya dalam celana dalamnya sendiri, vaginanya terasa semakin basah.

Jodi mengeluarkan penis kedua dalam hidup Ana yang dilihatnya secara nyata, disamping penis para bintang film porno yang pernah dilihatnya bersama suaminya dulu. Nafas Ana tercekat, matanya terkunci memandangi penis dihadapannya. Dia belum melihat keseluruhannya, dan ini benar-benar sangat berbeda dengan milik suaminya. Tapi ternyata 'perbedaan' itulah yang semakin membakar nafsunya semakin lapar.

"Suka apa yang kamu lihat?" tanyanya pelan. Ana mengangguk, memberanikan diri memandang ke atas pada mata Jodi sebelum melihat kembali pada penisnya yang keras. Jodi mengumpat betapa beruntungnya sahabatnya.
"Sentuhlah!", pinta Jodi.

Ragu-ragu, dengan hati berdebar kencang, Ana pelan-pelan menyentuh dengan tangannya yang kecil dan melingkari penis pria di depannya ini dengan jarinya. Penis pertama yang dia pegang dengan tangannya, selain milik suaminya, dalam enam tahun belakangan. Perasaan dan emosi yang bergolak di dadanya terasa menegangkan, dan dia inginkan lebih lagi. Jodi melihat penisnya dalam genggaman tangan istri sahabatnya yang kecil, dan dia hanya melihat saat Ana pelan-pelan mulai mengocokkan tangannya.

Terasa sangat panas dan keras dalam genggaman tangannya, dan Ana tak dapat hentikan tangannya membelai kulitnya yang lembut dan berurat besar itu. Jodi bergerak mendekat dan membuat batang penisnya menjadi hanya beberapa inchi saja dari wajah Ana.

Jodi menyentuh tubuh Ana, tangannya meremas pahanya yang masih terbungkus celana jeans. Tanpa sadar Ana membuka kakinya sendiri melebar untuknya, dan tangan Jodi bergerak semakin dalam ke celah paha Ana. Terasa desiran kuat keluar dari vaginanya saat tangan Jodi mulai mengelusi dari luar celana jeansnya, Ana menggelinjang dan meremas penisnya semakin kencang.

Dengan tangannya yang masih bebas, dipegangnya belakang kepala Ana dan mendorongnya semakin mendekat. Ana tak berusaha berontak. Matanya masih terpaku pada penis Jodi, dia menunduk ke depan dan dengan lembut mencium ujung kepalanya. Lidahnya terjulur keluar dan Ana kemudian mulai menjilat dari pangkal hingga ujung penis barunya tersebut.

Sekarang giliran Jodi, tangannya bergerak melucuti pakaian Ana. Ana yang sedang asik dengan batang keras dalam genggaman tangannya tak menghiraukan apa yang dilakukan Jodi. Diciumnya kepala penis Jodi, menggodanya seperti yang disukai suaminya (hanya itulah seputar referensi yang dimilikinya).

Tangan Jodi menyelinap dalam celana dalam Ana, tangannya meluncur melewati rambut kemaluannya. Ana melenguh pelan saat tangan Jodi menyentuh kelentitnya. Dia membuka lebar mulutnya dan memasukkan mainan barunya tersebut ke dalam mulutnya, lidahnya berputar pelan melingkari kepala penis dalam mulutnya. Jodi mengerang, merasakan kehangatan yang membungkus kejantanannya. Dia menatapnya dan melihat batang penisnya menghilang dalam mulut Ana, bibirnya mencengkeram erat di sekelilingnya dan matanya terpejam rapat.

Jodi menjalankan jarinya pada kelentit Ana, menggoda tombol kecilnya, mulut Ana tak bisa bebas mengerang saat tersumpal batang penis Jodi. Dorongan gairah yang hebat membuat Ana semakin bernafsu mengulum naik turun batang penis Jodi. Pinggulnya dengan reflek bergerak memutar merespon tarian jari Jodi pada kelentit sensitifnya.

Jari Jodi mengeksplorasi lubang hangatnya Ana, membuat lenguhannya semakin sering terdengar dalam bunyi yang aneh karena dia tak juga mau melepaskan mulutnya dari batang penis Jodi. Ana tak lagi memikirkan apa yang dia perbuat, dia hanya mengikuti nalurinya. Ini benar-benar lain dengan dia dalam keseharian, sesuatu yang akan membuat suaminya mati berdiri bila dia melihatnya saat ini. Semuanya meledak begitu saja. Sesuatu yang dimiliki pria ini yang membuka pintu dari sisi lain dirinya dan Jodi sangat menikmati perbuatannya. Masing-masing masih tetap asyik dengan kemaluan pasangannya. Dan Ana menginginkan lebih dari ini. Mereka berdua menginginkan lebih dari sekedar begini.

Ana menelan seluruh batang penis Jodi, menahannya di dalam mulutnya untuk memenuhi kehausan gairahnya sendiri. Hidungnya sampai menyentuh rambut kemaluan Jodi, ujung kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokannya hingga hampir membuatnya tersedak.


Ke Bagian 2
Kundalini 03

Kundalini 03

Sambungan dari bagian 02

Tangan kanan Prast kembali beraksi. Kini dengan memukuli pantatku yang terganjal bantal. Sakit tapi nikmatnya terasa sekali, sementara jempol dan jarinya bergantian memainkan klitorisku dan penisnya menyodok vaginaku. Semakin sakit aku merasa semakin nikmat. Namun kami bukan pasangan masochis. Kami hanya sekedar bereksperimen dengan gaya bercinta.



Aku kembali mengejang karena orgasme, sementara Prast kulihat masih tegar dan menikmati permainan ini. Dua kali sudah aku orgasme. Mungkin inilah yang disebut sebagai multi orgasme. Bahagia sekali rasanya memiliki pasangan yang mampu memuaskan nafsuku. Prast pun sangat menyukai hal ini. Aku yang dianggap sebagai gadis desa pendiam dan rendah diri oleh teman-temanku sekelas di kampus sebenarnya adalah maniak seks. Sementara orang melihat Prast sebagai pemuda yang kekanak-kanakan karena kesenangannya akan kartun dan video game. Tidak seorang pun yang menyadari bahwa sebenarnya kami adalah pasangan yang sangat panas dalam bercinta.

Hampir dua jam sudah Prast meyetubuhiku dan belum tampak tanda-tanda ia akan orgasme juga. Kekuatan dan gaya bermain seksnya lah yang mungkin menjadikan aku makin cinta kepadanya. Aku turuti kemauannya untuk terus bersanggama sampai kapan pun.

Dua puluh menit kemudian barulah Prast mulai tampak goyah. Pertahanannya tampaknya akan segera jebol. Aku mulai memompa semangat berusaha memuaskannya. Tetapi apa yang terjadi justru sebaliknya, dia bertambah kencang dan aku bertambah lemah. Tidak, aku tidak boleh kalah, pikirku. Akhirnya aku kembali mengalami orgasme, mengejang keras, menggeretakkan gigi-gigiku karena tangan dan kakiku terikat.

Baru lima menit sesudahnya Prast mencabut penisnya dan bergegas naik ke atas tubuhku dan menjepitkannya di antara kedua belah payudaraku yang ditekannya dengan tangan sehingga mampu memberi kenikmatan laksana dinding vagina. Digesekkannya maju mundur sampai akhirnya spermanya dimuntahkannya di atas payudaraku dan dimintanya aku mengulumnya, setelah bersih tidak ada lagi sisa sperma yang menyembur.

Perlahan kurasakan penisnya mengecil dalam mulutku sehingga dapat kukulum penuh dalam mulutku beserta buah pelirnya. Kami tersenyum puas tepat jam sebelas. Berarti kami bercinta kurang lebih selama tiga jam. Entahlah itu tergolong lama atau tidak, yang penting aku terpuaskan sampai tiga kali dan untungnya aku juga dapat memuaskan Prast, meskipun setelah itu kurasakan pergelangan kakiku terasa nyeri akibat ikatan yang terlalu kencang. Malam itu Prast akhirnya menginap di tempatku.

Setelah membersihkan badan, kami rebahan di kasur lipat tipis milik temanku sambil nonton berita menjelang tengah malam salah satu TV swasta. Tubuh kami masih terbalut handuk saja. Namun karena agak dingin, aku mengambil selimut di kamar dan berpelukan agar lebih hangat. Handuk kami lempar ke tempat pakaian kotorku. Kami terbiasa tidur telanjang berdua di rumah Prast. Di bawah selimut, kami berdua berpelukan, telanjang, sambil nonton TV. Segar sekali rasanya mandi setelah bercinta. Pikiranku jadi lebih tenang dan lebih jernih. Entah karena apa aku tidak tahu.

Kira-kira jam setengah dua dini hari, saat program TV sudah habis, Prast membopongku ke kamar. Aku kecapekan setengah mati setelah tiga kali orgasme malam itu. Prast selalu memilih sisi kanan ranjang. Itu tidak masalah, karena aku dapat tidur di sisi manapun. Namun ternyata, aku tidak dapat tidur pulas karena Prast selalu menggangguku dengan rabaan-rabaan nakal di pusarku dan bagian atas kemaluanku yang terasa sangat menggelitik. Kubalas dengan mencoba meraba penisnya, tetapi, astaga, ternyata penisnya sudah tegang mengacung dan aku tertawa karena selimut kami jadi mirip tenda pramuka. Digesek-gesekkannya penisnya ke perutku. Aku yang tadinya kegelian kini jadi terangsang.

Tawaku berubah jadi sensasi aneh yang menjalari seluruh tubuhku. Aku pun mulai bereaksi dengan mencari tangan Prast dan membimbing tangannya untuk meraba dan meremas payudaraku. Aku memang terkadang gampang panas. Mungkin ini pulalah yang disukai Prast dariku. Sementara tangannya meremas payudaraku, tanganku bergerak ke bawah, mencoba menggapai batang penisnya. Aku selalu menikmati momen-momen seperti ini. Kugenggam batang penis Prast, kurasakan kehangatannya di telapakku dan kupejamkan mataku menikmati segenap sensasi yang muncul. Rasa hangat yang aneh, yang disertai berdirinya buluku seiring dengan sentuhan kulit tubuh telanjang kami berdua di bawah selimut.

Tiba-tiba Prast beranjak turun dari ranjangku dan bergegas ke ruang tamu. Aku heran, kenapa dia berbuat begitu. Ternyata dia mengambil toples yang berisi kripik singkong. Aku memang suka menyimpan keripik singkong yang jadi kesukaannya. Apa lagi yang hendak dilakukannya. Gaya bercinta yang selalu baru membuatku terheran-heran atas fantasinya. Sekarang apa lagi yang akan terjadi, aku hanya dapat menebak-nebak.

Diangkatnya selimut yang menutupi tubuhku, lalu ditariknya kakiku sehingga badanku terseret agak ke pinggir ranjang. Diremasnya keripik singkong itu kecil-kecil dan ditaburkannya di sekujur badanku. Kini aku sudah mulai dapat menebak jalan pikirannya. Setelah rata ditaburkannya keripik singkong itu di atas badanku, perlahan dia naik ke atas ranjang dan rebah di sampingku. Posisi tubuhnya miring sehingga memungkinkannya bersentuhan langsung dengan kulitku. Dia mulai dengan mencoba menjilati seluruh kripik yang ditaburkanya ke sekujur badanku.

Kini aku dihinggapi sensasi aneh ketika ujung kripik singkong yang kasar tersebut meyentuh kulitku sewaktu akan dimakan Prast. Campuran antara kasarnya ujung singkong dan lembutnya ujung lidah Prast menciptakan fantasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Ini sangat berbeda dengan rabaan atau ciuman mesra bibir Prast yang biasanya menghujani punggung dan dadaku.

Tanganku memelintir puting payudaraku sendiri keenakan. Kutarik kencang-kencang agar rasa gatal akibat gesekan ujung kasar keripik itu kalah. Tetapi hal ini tidak terlau banyak menolong. Aku makin panas dan bertambah horny. Kubiarkan lidahnya menari-nari di atas tubuhku, menjilati bersih semua kripik singkong yang ia taburkan. Sementara aku mencoba menikmati segenap sensasi yang timbul dengan berdiam diri. Semakin aku berusaha menekan, semakin tersiksa aku, namun kenikmatan yang kudapat akibat siksaan itulah yang membuatku tetap bertahan untuk mencapai titik akhir yang paling nikmat.

Terdengar gila memang, cewek seperti aku yang pendiam ternyata memiliki fantasi seksual yang aneh. Mungkin ini pula yang membuatku melayani Prast untuk main kasar tanpa harus menjadi seorang sadomasochis. Prast lah yang mengajari semua yang kutahu, termasuk semua istilah seksual yang tadinya adalah tabu bagiku. Karena Prast pulalah, fantasi seksualku makin menggila. Tampaknya aku memang berpotensi untuk memiliki fantasi seksual yang agak sakit.

Tidak perlu kukatakan betapa nikmatnya waktu lidahnya berputar-putar di sekeliling putingku karena aku yakin pasti anda sudah tahu. Namun waktu lidahnya mulai menjilati pusarku, inilah bagian yang paling kusuka. Aku justru merasa sangat terangsang ketika jemari atau lidah Prast membelai bagian antara pusar dan lubang kelaminku. Tanpa diminta pun, Prast sudah tahu dan sedikit berlama-lama ketika mencapai bagian ini. Pria satu ini memang penuh pengertian dan jagoan bercinta.

Setelah puas dengan sedikit foreplay, Prast berbisik lembut kepadaku untuk mengambil agar agak memiringkan badanku. Pasti ada posisi baru, bathinku. Aku turuti kemauannya, kumiringkan badanku ke kiri. Prast segera mengambil posisi di dekat selangkanganku dan menelentangkan badannya. Selangkangan kami bertemu. Aku mulai paham, poros bertemu poros. Kaki kanan Prast di dadaku, sedangkan yang kiri di punggungku. Begitu pula dengan kakiku yang ada di dada dan di bawah punggungnya yang sengaja diangkatnya sedikit.

Perlahan Prast menusukkan penisnya ke lubangku. Napasku tertahan waktu Prast memintaku untuk beringsut mendekat. Seiring aku mendekat, penisnya makin terbenam ke lubangku dan gerakanku menciptakan sensasi aneh. Mungkin ini terjadi karena penis Prast secara tidak beraturan membentur dinding kemaluanku. Posisi gunting seperti ini sungguh memberi kami kenikmatan yang teramat sangat. Ini kurasakan karena dengan posisi begini, penis Prast dapat masuk seluruhnya ke dalam vaginaku. Bahkan kurasakan tulang kemaluannya keras membentur dinding luar lubang vaginaku.

Untuk memudahkan gerakannya, Prast sedikit mengangkat tubuhnya dengan jalan bertumpu pada tangannya. Posenya seperti orang senam kuda-kuda pelana. Kakinya sedikit menekuk tepat di depan perutku. Dengan cara seperti ini, tubuhnya dapat bergerak seperti naik turun, tapi dalam kondisi miring. Dia memulainya dengan gerakan perlahan, namun secara pasti makin bertambah cepat. Tubuhku terhentak-hentak tidak keruan karena sodokannya dari bawah tersebut. Aku berusaha untuk turut bergerak, namun terasa agak sulit, dan terlebih lagi Prast memintaku untuk menikmati saja setiap tusukannya.

Aku tidak tahan lagi. Ayo kundalini, tahan orgasmemu sebentar lagi, bisikku dalam hati. Terus terang sangat sulit bagiku untuk tidak langsung orgasme dengan posisi sanggama seperti ini. Aku berusaha menahan orgasme dengan menekan kenikmatan yang kurasakan. Secara psikologis aku memang agak tertekan kalau begini. Aku tahan semampuku, namun jebol juga pertahananku. Aku tidak kuat lagi untuk menahan segenap cairan yang sudah meluap-luap di dalam kemaluanku. Aku rengkuh betis Prast dan kutarik sekuatnya agar penisnya terbenan seluruhnya ketika aku orgasme.

Aku tahan beberapa waktu dan Prast menurut saja. Kupikir dia tahu aku mencapai puncakku. Kurasakan hangat dan nikmat. Aku pasrah saja dan membiarkan Prast melanjutkan permainan kami. Lagian aku juga menikmati setiap tusukan Prast ketika kami bersanggama.

Tidak lama kemudian kulihat lutut Prast sedikit bergetar. Pasti dia sudah hampir memuncak, pikirku. Dan benar saja. Gerakan Prast cepat dan bertambah cepat serta tidak teratur. Kini dia tidak saja menghunjamkan penisnya, namun juga menggoyangkannya. Mau tidak mau aku yang tadinya pasrah menikmati, akhirnya jadi tambah tinggi juga karena tusukan yang disertai goyangan ini.

Ehhg, jeritku tertahan. Aku mencoba menahan diri ketika kurasakan Prast mencabut batang penisnya dan duduk mendekatiku. Secara refleks, langsung kukocok penisnya, sementara tangan Prast meraih vaginaku dan memainkan klitorisku dengan jari tengahnya (mungkin karena hal ini tanda jari tengah dianggap 'saru'). Dengan gemasnya jari Prast menekan-nekan klitorisku, dan ini membuatku makin terangsang.

Segera saja kumasukkan sebagian batang penisnya ke mulutku dan kuoral dia, keluar masuk mulutku sambil kumainkan lidahku di glan penisnya. Tidak tahan dengan hisapan dan jilatan lidahku, Prast akhirnya memuntahkan seluruh spermanya. Ditekannya kepalaku agar seluruh penisnya masuk ke mulut, dan benar-benar menyentuh anak tekakku. Kurasakan enam kali semburan keras diikuti beberapa kali semburan kecil. Semua spermanya tertelan olehku. Aku hampir muntah ketika penisnya menyentuh anak tekakku. Untung aku sudah agak terbiasa dengan batang penisnya yang, menurutku, lumayan panjang.

Sebenarnya aku agak jijik kalau harus meminum spermanya. Tapi kali ini apa boleh buat, ini juga tidak terhindarkan dan langsung masuk ke tenggorokanku. Ketika itu aku pun tidak terlalu merasakan jijik karena sedang terbuai kenikmatan jari Prast yang dengan kerasnya menekan dan memutar-mutar di klitorisku serta meremas bibir kemaluanku dengan ganasnya. Perbuatannya memaksaku untuk mencapai orgasme kedua yang hanya berbeda beberapa saat dengan saat Prast mencapai puncaknya.

Hari itu kami bangun agak telat, pada saat acara musik TV swasta yang ditayangkan setiap jam 08.30 pagi sudah hampir usai. Kami menikmati hari berdua saja dan hanya keluar rumah kost untuk membeli makanan.

TAMAT
Kundalini 01

Kundalini 01

Namaku Kundalini. Sebenarnya aku malas menceritakan pengalamanku ini ke orang lain, apalagi aku harus mengetiknya terlebih dahulu. Tapi tak apa-apalah. Hitung-hitung ada teman cerita.

Seperti tadi sudah kunyatakan, namaku Kundalini, cewek 25 tahun, 41 kg, 34B. Aku tinggal di kota kecil di Jawa Tengah, setelah menyelesaikan studiku di perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah. Aku tidak mau terlalu spesifik memperkenalkan diriku.



Aku termasuk orang yang dapat dibilang maniak dalam hubungan seksual. Aku pun mampu bertahan lama dalam menghadapi lawan jenisku. Untungnya aku tergolong pendiam, sehingga orang tetap mengenalku sebagai Kundalini yang pendiam. Dan memang, aku minder sehingga kurang banyak berteman.

Selama ini aku menjalin hubungan dengan temanku yang bernama Prast. Prast tidak terlalu good looking, namun dapat dikatakan point tujuh, berkulit gelap, tinggi kurus. Bulu matanya kata teman-temanku indah seperti bulu mata cewek. Namun ada sesuatu yang lebih dari sekedar tampilan fisik. Setelah membaca ceritaku, mungkin anda akan paham apa yang dinamakan pria idaman, bagaimana definisinya. Mungkin ini pulalah yang membuat dia banyak mempunyai teman wanita, yang terus terang terkadang (meski jarang) aku agak sedikit cemburu.

Menurut ceritanya, dia hanya berpacaran dengan beberapa cewek dulunya, namun kurasa pasti lebih dari puluhan. Dengan dia pula lah aku pertama kali mengenal hubungan seks, dan ternyata aku sangat menyukainya. Kami melakukannya hampir setiap malam. Peristiwa ini berawal 3 tahun yang lalu ketika aku masih kuliah.

Waktu itu aku ke rumah Prast. Seperti biasa, kami nonton film di rumahnya. Kebetulan waktu itu Prast punya film bagus yang judulnya 'Powder'. Kami rebahan sambil ngobrol, sementara Prast asyik merokok. Selama ini, hubunganku hanya sebatas snogging, necking atau petting saja, tidak pernah intercourse. Kalaupun ada yang harus disebutkan lagi, paling heavy petting saja.

Namun siang itu terjadi sesuatu yang tidak kami perkirakan sebelumnya. Entah siapa yang memulai, aku atau Prast. Kami saling berpagutan, sementara tangan Prast masuk ke baju yang kukenakan dan meremas-remas payudaraku. Satu yang kusukai dari Prast adalah dia selalu membuka bra yang kukenakan tanpa menggunakan tangan, tetapi menggunakan gigi. Itupun tanpa perlu melepas baju yang kupakai. Dia biasanya menggigit hook bra-ku hingga lepas. Aku menyukainya ketika giginya terasa menyentuh punggungku.

Tangan Prast sekarang tidak lagi hanya bermain di payudaraku, namun sudah mulai turun membelai pusarku. Bibirnya pun meniup-niup pusarku. Geli rasanya, namun sangat merangsang. Lidahnya menjilati bulu-bulu yang ada di atas kemaluanku. Bolak-balik dari pusar ke atas kemaluanku. Aku paling suka jika Prast melakukan hal ini. Terutama waktu lidahnya menari menjilati sisi atas, kiri dan kanan dekat kemaluanku. Nikmatnya tidak terkira.

Aku pun mulai meremas-remas batang penis Prast. Dia sangat menyukainya. Tanganku merogoh masuk ke dalam jeans-nya. Tidak puas dengan hanya merogoh, kubuka dan kulepaskan celananya. Celana dalamnya kelihatan penuh dan ujung kemaluannya muncul dari celana dalamnya. Aku tertawa kecil melihatnya. Kusentuh dengan menggunakan ujung jariku, Prast menggeliat kegelian dan cekikian. Prast menindihku dan kami bergumul di atas karpet.

Sejauh ini kami hanya bermain seperti hal di atas. Hanya menggesek-gesekkan kemaluan kami tanpa melakukan intercourse. Namun siang itu rupanya lain, aku meraih celana dalam Prast dan melepaskannya, dan Prast pun berbuat demikian padaku. Celana dalamku lepas sudah, sementara baju masih kupakai. Prast sendiri pun demikian. Praktis pusar ke bawah, kami bebas.

Kembali Prast menindihku diikuti dengan ciuman-ciuman yang mesra. Badanku terasa panas bergelora. Kurasakan badan Prast hangat menindihku. Batang kemaluan Prast menggesek-gesek di belahan kemaluanku. Prast mencoba menusukkannya. Aku pun, jujur saja sudah ingin melakukan persetubuhan, namun aku takut hamil. Tetapi akhirnya Prast membujukku untuk sedikit menggesekkan kepala kemaluannya ke lubangku. Aku menurut saja.

Kepala kemaluannya terasa hangat menyentuh klitorisku. Nikmat kurasakan kegelian yang memuncak ketika kepala kemaluan itu menyentuh lembut. Kami tidak tahan lagi akan sensasi yang tercipta oleh gesekan itu. Tanpa kusadari, gerakan tubuhku rupanya membuat kepala kemaluan Prast tidak saja menyentuh klitorisku, namun kini telah penetrasi lebih jauh masuk ke lubang vaginaku. Aku kaget, berusaha menolak. Namun, dorongan untuk mencoba lebih jauh akibat kenikmatan itu telah membutakanku. Aku pikir sebentar lagi saja, ah.. tanggung.

Aku kaget setengah mati ketika kutarik kemaluan Prast terlihat darah di kepala kemaluannya. Aku pikir ini pasti darah keperawananku. Aku menangis, menyesal. Kenapa tidak berhenti waktu kemaluan Prast hanya menyentuh klitorisku. Kembali aku menangis dan menangis menyesalinya. Prast mencoba meredakan tangisku. Namun aku tetap merasa tidak tenang. Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja ke tempat kostku.

Seminggu setelah kejadian itu, aku pikir aku sudah tidak perawan lagi. Kenapa juga waktu itu aku berhenti sebelum mengalami kenikmatan. Itu juga tidak akan mengubah keadaan. Menangis pun percuma karena kenyataan akan tetap sama. Akhirnya waktu malam itu Prast datang, aku berhubungan badan dengannya. Lagian aku ingin menikmatinya pula. Aku tidak mau membohongi diri sendiri. Kami melakukannya di kursi tamu di teras tempat kostku yang gelap.

Aku memang lebih suka memakai rok dibanding dengan celana kalau di rumah. Karena itulah, mudah saja bagiku untuk bersanggama di teras. Terlebih lagi, kalau di tempat kostku, apalagi kalau sedang kencan dengan Prast, aku memang jarang memakai celana dalam. Aku lebih senang yang praktis seperti ini. Meskipun selama ini kami hanya heavy petting saja atau kubiarkan Prast meraba-raba kemaluanku. Namun malam ini aku memutuskan untuk melakukannya. Kalau kupikir, aku sudah tidak perawan, kenapa tidak kunikmati saja hal ini.

Prast memang ahli dalam foreplay, pandai sekali dia merangsangku sebelum akhirnya kami bersanggama. Rambutku yang panjang sepinggang dinaikkannya, dan diciuminya punggung leherku. Turun sanpai ke hook bra-ku. Digigitnya pelan dan dilepaskannya dengan mulut. Bagian inilah yang paling kusuka. Gigitannya terasa sangat mesra di punggungku.. diangkatnya kaosku dan tangannya terasa mesra membelai punggungku. Aku benci dengan orang yang terburu-buru meremas payudara. Mereka tidak dapat menghargai keindahan seni bercinta.

Aku duduk di atas Prast. Aku rasakan kemaluannya sudah mendesak tegang. Kuarahkan tanganku ke belakang dan menyusup masuk ke celananya. Aku sudah hapal ini. Agak susah memang, namun terasa asyik sekali ketika ujung jariku menyentuh kepala kemaluannya. Perlahan diangkatnya tubuhku. Secara refleks aku pun mengangkat rokku sedikit. Dalam posisiku agak sulit untuk mencopot kancing celana dan menurunkan resletingnya. Prast membantuku. Kemaluannya kini tegak tinggi.

Pernah aku mencoba mengukur kemaluan Prast, panjangnya sekitar 27 cm. Entah itu besar atau hanya sedang-sedang saja. Tetapi indah. Ototnya tampak menggelembung di keremangan terasku yang terpisah tirai bambu dengan jalan raya yang ada di atas tempat kostku. Aku segera menurunkan tubuh sekaligus membimbing kemaluan Prast ke lubang kemaluanku. Aku turun perlahan, berusaha menikmati segala keindahan yang tercipta dari fantasi cinta kami. Kurasakan agak sakit ketika pertama kali kemaluannya menyeruak masik ke lubangku. Untungnya kemaluanku sudah basah akibat foreplay yang dilakukannya, sehingga tidak terlalu perih waktu penisnya penetrasi masuk ke vaginaku. Uuughh, nikmatnya selangit. Kurasakan tubuhku memanas dan semakin panas serta melambung tinggi.

Pelan-pelan aku mulai menaik-turunkan tubuhku di atas Prast. Prast pun berusaha mengimbanginya dengan menusukkan batang kemaluannya dari bawah. Sodokan Prast terasa menyakitkan, tetapi juga nikmat. Aku mencoba menurunkan tubuhku secara penuh agar kemaluan Prast masuk semua ke dalam kemaluanku, namun Prast bilang itu menyakitkan biji pelirnya. Aku pikir benar juga. Akhirnya aku memintanya untuk menyodokkan kemaluannya keras-keras dan seluruhnya ke dalam vaginaku, karena kupikir dia lah yang memiliki ukuran apakah itu menyakitkan bijinya atau tidak.

Ternyata kenikmatan yang tercipta akibat sodokan itu sangat hebat. Aku menggeliat-geliat, sementara Prast tetap mencoba menahan tubuhku agar tidak terlalu banyak bergerak dan jatuh ke tubuhnya. Aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dengan hebat. Gejolak yang kurasa ketika kami hanya melakukan gesekan kemaluan kalah jauh bila dibandingkan dengan kenikmatan yang tercipta waktu batang Prast penetrasi ke lubangku. Kalau saja aku tahu kenikmatan yang tercipta sedahsyat ini, pasti aku sudah melakukannya dari dulu-dulu. Lagian, apa sih enaknya mempertahankan keperawanan.

Kurasakan batang Prast menyodok-nyodok dengan kasar. Aku mencoba bergerak memutar, karena gatalnya kemaluanku akibat sodokannya. Tanpa kusadari, ternyata rotasi tubuhku semakin memperhebat kenikmatan yang kurasa. Selama kurang lebih 15 menit penis Prast serasa bagai poros yang mengaduk-aduk isi kemaluanku. Prast pun meracau tidak karuan. Aku semakin menggila akibat kenikmatan itu. Putaranku makin kupercepat, searah jarum dan berbalik melawan jarum jam bersamaan dengan gerakan sodokan Prast. Wow, nikmatnya, bung. Anda harus mencoba hal ini dengan pasangan anda.

Prast memintaku untuk menghentikan sebentar permainan gilaku ini. Aku berpikir, aku memang baru sekali ini melakukannya, tetapi memang bercinta hal yang alamiah. Tanpa belajar pun aku rupanya dapat melakukannya. Sejenak kami terengah-engah dan terperangah oleh permainan kami sendiri. Aku baru tahu, permainan gaya inilah yang nantinya dikatakan Prast sebagai gaya anjing (doggy style). Hanya saja kami melakukannya tidak dengan posisi tubuhku bersandar ke tembok/kursi atau berdiri empat kaki seperti anjing dan ditusuk dari belakang. Kami melakukannya dengan dengan cara duduk, yang ternyata nantinya kuketahui memiliki kenikmatan yang sama namun tidak menyakitkan seperti jika dilakukan dengan posisi tubuh bersandar ke tembok/kursi atau apapun.

Kami hampir tidak percaya kami dapat bercinta sehebat itu. Prast dan aku terdiam sejenak, mencoba mengatur napas dan menenangkan diri akibat sensasi yang begitu intens dari persanggamaan itu. Kalaupun kami mengetahuinya, kami hanya menontonnya dari film-film yang memang sering kami tonton. Namun mengalaminya sendiri adalah satu hal lain yang benar-benar berbeda. Tidak heran kalau banyak orang yang gemar kawin kalau memang kenikmatannya seperti ini. Tidak heran pula kalau banyak kasus seks pra nikah, karena memang enak.

Setelah sekitar 5 menit menenangkan diri dan mengatur napas, Prast menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Kemudian dia menghadap ke arahku dan menusukkan kembali penisnya ke kemaluanku. Agak susah memang, karena teras kostku gelap. Kubimbing penisnya ke mulut vaginaku dan secara refleks Prast langsung menusukkan kemaluannya. Oooh.., nikmatnya waktu kurasakan kemaluan Prast menggaruk dinding dalam lubang kemaluanku.

Kini aku berada di bawah, dengan posisi duduk mengangkang membuka kedua pahaku lebar-lebar. Prast kembali menusukkan dan menggoyang seperti yang kulakukan waktu aku berada di atasnya. Hunjaman itu terasa menggelitik dinding kemaluanku yang semakin gatal. Basah makin kurasakan vaginaku oleh cairanku yang keluar melumasi bagian dalam. Aku turut mencoba menggoyangkan pantatku, namun agak sulit, karena aku di posisi bawah. Akhirnya aku mencoba mengimbanginya dengan menggoyang ke kiri kanan saja.

Tangan Prast yang tadinya bertumpu pada pegangan kursi panjang aku angkat agar meremas payudaraku. Aku sudah tidak tahan lagi. Sensasi ini sudah demikian menggila. Pundak Prast kugigit. Kepalaku terhentak ke kanan dan kiri. Kukibas-kibaskan rambut panjangku. Tidak puas, kujambak rambutku sendiri akibat kenikmatan yang kurasa.

Sudah setengah jam lebih kami bersetubuh, namun belum tampak tanda-tanda Prast akan mengakhirinya. Sementara aku sudah gilanya menikmati setiap tusukan penisnya yang disertai goyangan memutar. Kurasakan bagai tombak yang menghunjam. Mengaduk-aduk seluruh syaraf nikmat yang ada dalam vaginaku. Kalau tidak takut ketahuan oleh teman sekost pun mungkin aku sudah berteriak-teriak, mengekspresikan segala kenikmatan yang kurasa.

Tidak tahan lagi aku mencapai puncak setelah sekitar 45 menit bersanggama. Entahlah, apakah itu tergolong lama atau tidak, namun kenikmatan yang kurasa tidak mampu kutahan lagi. Dahsyat sekali waktu aku mencapai orgasme sanggama pertamaku ini (kalau orgasme akibat gesekan saja sih aku sudah sering mengalaminya, itu pun setelah satu jam atau lebih).

Basah kurasakan sampai pahaku, mungkin akibat cairanku yang meluap-luap. Aku menjambak rambutku sendiri. Kedua pahaku kurapatkan, kakiku mencengkeram pinggangnya dan menariknya, memaksanya untuk memasukkan penisnya secara penuh ke kemaluanku. Nikmat sekali mencapai orgasme. Prast berbisik lembut agar aku menahan dan tetap bercinta. Anggukanku dibalasnya dengan tusukan tajam yang makin cepat. Kubiarkan saja dia mengobrak-abrik dinding kemaluanku. Pasrah, namun tetap berusaha mengimbangi dan menikmati sambil berharap semoga dia tidak langsung keluar.

Benar saja, baru setelah dua puluh menit aku orgasme, Prast baru mencapai orgasmenya. Dia meracau tidak karuan dan menggenggam pundakku kencang-kencang. Sakit, tapi kucoba menahannya dengan mengatupkan gigiku karena aku tahu Prast memerlukannya. Segera dicabutnya penisnya dari kemaluanku dan langsung dikocoknya di depanku. Spermanya muncrat dan ditumpahkannya ke payudaraku. Ada sebagian yang mengenai wajahku dan tembok di belakangku.

Ooh.., nikmatnya, waktu kurasakan hangat spermanya menyentuh kulit payudara dan wajahku. Langsung kuusap. Aku tidak mau begitu saja melewatkan kehangatan spermanya di atas puting payudaraku. Diciuminya aku. Kubalas dengan pagutan mesra. Nikmat dan mesra sekali kami malam itu. Meskipun pemula, kini aku tahu teknik untuk menghindari kehamilan dengan mengeluarkan penis dari lubangku dan mengocoknya untuk membantu Prast orgasme.

Bersambung ke bagian 02
Kucing Dikasih Daging 02

Kucing Dikasih Daging 02

Sambungan dari bagian 01

Kemudian kami sama-sama mengatur napas dan menghimpun kembali tenaga yang cukup terkuras. Ivone berbaring di sampingku sambil memainkan bulu dadaku. Tidak lama kemudian, dia kembali mencoba merangsangku dengan menciumi dadaku.
"Aahh.. Ivone. Kamu jadi bandel ya..? Harus tanggungjawab udah bikin aku kerangsang." kataku.



Penisku kembali mengeras dan tidak sabar lagi ingin dimasukkan dalam liang vagina penuh lendir yang terasa manis dan nikmat di mulutku ini. Maka aku memanjat tubuhnya dan melebarkan kangkangan kedua paha Ivone sambil memposisikan penisku di depan vaginanya. Kedua tangan Ivone memegang bahuku, dengan lembut kubelai pipi dan rambutnya dan kuciumi bibirnya dengan lembut. Kutekan penisku masuk perlahan-lahan ke dalam liang vaginanya. Mata Ivone terbelalak merasakan tekanan penisku pada vaginanya. Ia kembali menggigit bibirnya sementara aku terus memasukkan penisku semakin dalam ke dalam vaginanya, membuat Ivone semakin keras menggigit bibirnya.

"Ouggh Dikii.. aah.. hhkk.." erangan kenikmatan terdengar dari bibirnya.
"Slepp.." kutekan batang penisku sedalam-dalamnya hingga pangkal penisku menempel di bibir vaginanya.
Nikmat sekali kurasakan vagina teman kerjaku yang terasa sangat sempit ini.
"Ohh, Voon..!" desahku sambil mulai menarik penisku keluar hingga setengah jalan, lalu menekannya kembali hingga masuk penuh sampai ke pangkal penisku.
"Ohh.. ohh.. Ivoon.. aah.. ouggh.. ohh.."

Aku pun mulai memaju-mundurkan pantatku, sementara Ivone mengimbangi dengan memutar pantatnya dengan tetap menggigit bibirnya. Entah apa yang ia rasakan, mungkin sama seperti yang kurasakan saat itu adalah kenikmatan hebat melakukan perbuatan penuh birahi.

"Ohh.. ohh Sayang.. mmhh.., aku cinta kamu, Voon.." kubisikkan lembut kata-kata cinta gombal di telinganya sementara tanganku meraba-raba putingnya yang mengeras dan mengacung itu dengan lembut dan penuh perasaan tanpa menghentikan gerakan pantatku yang maju-mundur di vaginanya dengan penis besar dan kerasku yang lembut dan perlahan-lahan.
"Ohh Sayang.. ohh Ivoon.. Sayang.. Mmhh.. Sayang.. oh.., aku cinta kamu Sayang.."
Bisikan-bisikan cintaku kuselingi dengan sesekali menjilati telinga, leher dan bibirnya. Kadang turun ke buah dada dan putingnya. Kuhisap bibirnya dengan bernafsu. Hampir 10 menit kulakukan ini.

Tubuh Ivone mengikuti rangsanganku dan pantatnya terus bergerak mengikuti irama sodokan penisku yang mulai agak kupercepat.
"Hnghh.. mmhh.. hh.. ohh.." desahan dan erangan dari celah bibirnya kembali terdengar.
Kedua tangannya yang tadi memegang bahuku mulai berpindah meraba-raba puting dadaku dan punggungku.

Saat mulutku kembali melahap bibirnya, tangannya langsung berpindah mengacak-acak rambutku sambil menekan kepalaku hingga ciuman kami benar-benar terasa ketat dan penuh birahi, dibarengi dengan gerakan lidahnya yang semakin liar merespon dan melilit lidahku yang dengan ganas menjilati isi mulutnya.

Erangan dan desahan kami semakin liar seiring dengan genjotan penisku pada vaginanya yang semakin mengganas dan cepat, dimana pantat kami maju-mundur dengan cepat dan bernafsu, membuat selangkangan kami saling menghantam dengan keras dan hebat. Lidah dan bibirku menari liar menjilat dan menghisap putingnya, sementara ia menjambak rambutku, menekan kepalaku agar menancap lebih dalam di dadanya.

15 menit yang liar dan penuh birahi berlalu hingga mendadak Ivone mengejang dan kakinya menjepit keras melingkari pantatku.
"Aahh..! Aahh..! Diikii..!" ia memekik dan menjambak rambutku keras dengan bola mata berputar hingga hanya terlihat putih matanya saja, lalu "Ahk..!" kembali memekik tertahan menyertai sentakan terakhir pantatnya membuat penisku tertancap sedalam-dalamnya pada vaginanya yang meledakkan lendir orgasme panas hingga meleleh keluar dari vaginanya.

Ivone ambruk lemas tidak dapat bergerak lagi dengan napas memburu, sementara penisku masih keras berdenyut-denyut di dalam vaginanya.
"Aaah, Dikii capee.." Ivone berkata lirih.
Aku masih berdiam di atas badannya dengan penisku masih menancap dalam vaginanya.
"Aku masih belum juga nih, nanggung Sayang.." kataku.

Lalu kutuntun agar ia berbalik memunggungiku sambil berlutut, dan kudorong punggungnya hingga menungging. Kutarik kedua pahanya hingga semakin mengangkang, dari belakang kulihat rekahan pantatnya yang memang padat dan besar. Lalu kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang memang sudah siap dimasuki itu.
"Clep.." kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah dan kuremas dengan gemas pantatnya.

Pelan-pelan kumaju-mundurkan pantatku agar ia terbiasa dengan posisi ini, dan semakin lama semakin cepat. Penisku terasa diremas-remas oleh vagina Ivone yang sempit dan berlendir oleh rangsangan dia. Tidak dapat kuucapkan dengan kata-kata kenikmatan yang kurasakan pada seluruh tubuhku.

Kumaju-mundurkan pantatku dengan cepat sehingga terdengar 'keceplok' perutku menghantam pantatnya seiring dengan semakin liarnya aku menyetubuhi Ivone dari belakang. Lama-lama ia pun mengimbangi gerakanku dengan semakin bernafsu menggoyang-goyangkan dan memaju-mundurkan pantatnya.

Rupanya ia menyukai posisi yang kulakukan padanya ini, sebab ia tampak bernafsu menggoyang tubuhnya sementara kedua tangannya mencengkeram kasur dan desahan dan erangannya mulai berubah menjadi jeritan kecil, dan tidak terkendali, semakin lama semakin keras.
"Ahk.. ahkk.. aahh.. ahhkk.. Dikii.. Diikkii.."

Aku pun semakin terangsang mendengar jeritan-jeritannya ini. Maka aku pun semakin larut dalam gairah dan kenikmatan ini.
"Voon.. nikhmaat.., Sayang.. ohh.. ohh.. ohh.."
"Aahkk.. ahkk.. aahh.. Diikii.. Diikii.. terus..!"
Ia menggelinjang hebat menyertai jeritan terakhirnya itu dan aku pun semakin keras menggenjotkan penisku di vaginanya sambil meremas-remas buah dadanya yang sudah sangat mengeras.

Ivone mendorong pantatnya habis-habisan sehingga penisku menancap dalam vaginanya dengan muncratan lendir orgasme hingga meleleh keluar dari vaginanya. Kutekan penisku dalam-dalam sambil kuremas buah dadanya. Kembali ia ambruk lemas hingga penisku tercabut lepas dari vaginanya. Kutindih ia dari belakang dan kuciumi punggungnya yang basah oleh keringat terus ke leher dan telinganya. Ivone diam saja membiarkanku menjilatinya sementara napasnya terdengar memburu.

Begitu napasnya terdengar mulai tenang, kutarik lagi pinggulnya sehingga Ivone kembali berlutut menungging seperti tadi, namun ia menoleh dan memohon.
"Hhh.. Dikii, Ivone nggak kuat, Diik..!"
"Aku belum keluar juga, nanggung nih..!" kataku sambil mencengkram pantatnya yang merangsang.
Ia terdiam sementara aku pun menungging di belakangnya, lalu kujilati pantatnya dan lubang anusnya.

Vaginanya tidak lagi kusentuh, kini lidahku habis-habisan menyerang lubang anusnya dan membuat pantat dan lubang anusnya basah kuyup. Ivone diam saja tidak bereaksi. Lalu aku bangkit dan mengarahkan penisku yang masih dipenuhi lendir orgasme teman sekerjaku ini pada lubang pantatnya, lalu perlahan-lahan kutekan pada lubang pantatnya. Ivone tersentak kaget dan menarik pantatnya sampai ia berbalik dalam posisi duduk di kasur. Rupanya ia baru menyadari apa yang ingin kulakukan.
"Dikii, jangan Dikk.. sakiitt.. jangan di situ..!"

Aku memeluknya dan membelai rambutnya, "Nggak Von. Diki pelan-pelan.. ya.. biar kamu merasakan sesuatu yang baru."
Kutarik pantatnya dengan lembut hingga kembali pada posisi menungging, penisku semakin mengeras dan membesar. Tidak berlama-lama lagi, kupegang kedua pantatnya dan kumasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Kepala penisku tertahan erat di ujung lubang anusnya.

"Adduhh.. duuhh.. Diik, sakit. Duh.." erangnya.
Segera kuludahi kedua tanganku dan kuusapkan pada batang penisku. Tidak lupa kujilati pula ujung lubang anusnya agar sedikit lebih licin, lalu kupaksakan penisku memasuki lubang anusnya yang terasa sangat sempit dan mencengkeram itu. Perlahan-lahan kukeluar-masukkan kepala penisku, terus hingga terasa lebih lancar. Tidak kuperdulikan pekik kesakitan dan meminta agar berhenti yang dilontarkan Ivone.

Kuremas pundaknya dan kujadikan penopang untuk menarik pantatnya ke arahku, sementara pantatku maju menyodokkan penisku lebih dalam ke lubang anusnya. Kurasakan keringat dingin merembes di tubuh Ivone yang memang sudah basah berkeringat ini.
"Dikii, sakit.. duuh.. udah ya, Dikk.. brenti ya.. pelan-pelan Diiki.. ungh.."
Namun usahaku tidak sia-sia. Semakin lama penisku berhasil masuk semakin dalam ke dalam lubang anusnya, dan gerakan sodokanku dapat semakin cepat. Kurasakan kenikmatan menggila yang baru kali ini kurasakan saat menyetubuhi pantat teman kerjaku yang tinggi putih dan bohay (bodi aduhay) ini.

Aku merasa seperti di surga dengan cengkeraman erat yang mengocok kejantananku dengan gila ini. Kini kemaluanku benar-benar sudah amblas ke dalam lubang anus Ivone dan kusodokkan keluar masuk dengan cepat, sementara keringat menetes dari wajah Ivone ke kasur tipis itu. Tidak lama aku mampu bertahan pada kocokan lubang anus yang mencengkeram ketat ini, kenikmatan puncak mulai meledak-ledak dalam tubuhku.
"Ohh.. ohh.. Voon.. akuu nggak kuat.., Sayang..!"

Aku menjerit keras dan, "Crat.. Crat.." berulang kali lendir mani kental dan panas meledak dalam pantat Ivone.
Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras sementara kedua tangannya mencengkeram kasur menahan rasa yang campur aduk. Kutancapkan penisku sedalam-dalamnya di lubang anusnya yang sempit itu, terus hingga muncratan mani terakhirku dan penisku melemas seketika di dalam pantatnya.

Aku ambruk menindih tubuh Ivone dan penisku pun tercabut lepas dari pantatnya. Kuciumi punggung dan lehernya yang basah. Kubalikkan dia, kupeluk erat dan kuciumi bibirnya dengan bernafsu. Ivone merespon ciumanku.
"Kamu puas Sayang..?" tanyanya sambil menatap wajahku.
Kupeluk dan kubelai-belai rambut dan tubuhnya sambil mengatur napasku yang tersengal-sengal. Kukecup bibir dan pipinya sesekali hingga akhirnya napasku pun kembali teratur.

"Hhh.. Makasih, Sayang.. Hhh.. Aku nikmatin banget.."
Ivone tersenyum dan mengecup bibirku sekali lagi.
"Mandi yuk..?" ajaknya.
"Ayuk mandiin ya..?" kataku.
Kami pun langsung berlomba menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, aku langsung mengambil rokok dan kunyalakan sambil menghembuskan asap dengan penuh kenikmatan, membayangkan apa yang baru saja kami lakukan. Setelah beres berpakaian, kami langsung check out. Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 23.10 aku mengantarkan Ivone hingga memperoleh taxi, dan sebelumnya dia menghadiahi sebuah kecupan.

"Ini cuma awal Dik.. aku ketagihan," katanya sambil melepas pelukan.
"Ya, Sayang.., met istirahat ya," kataku.
Aku langsung pulang ke rumah dengan kepuasan yang benar-benar tidak kuduga sebelumnya. Gila.. kucing diberi daging.. mana tahan..!

TAMAT
Korban Pelet 3: Sofie

Korban Pelet 3: Sofie

Aku kenal Sofie ketika pulang dari rumah Oom Dhar. Perjalanan Jakarta - Semarang kami tempuh dengan naik pesawat. Tak ada yang istimewa dari perjalanan itu selain aku bisa berkenalan dengan salah seorang pramugarinya yang sexy. Namanya Sofie, tubuhnya sedikit kurus tapi buah dadanya montok banget. Sebenarnya kulit tubuhnya agak gelap, tapi tak apalah, kesannya kayak cewek latin. Aku berpura-pura pergi ke toilet, tapi sebenarnya menemui cewek pramugari itu. Langsung saja aku ajak cewek itu berkenalan dan sok ramah tamah memberikan nomor HP. Dari situah aku tahu bahwa Sofie yang berumur 28 tahun itu sudah menjanda tanpa anak. Dan akupun jadi tahu kalau Sofie hidup sendiri di sebuah rumah di daerah Bintaro.



Ketika pesawatnya mendarat segera aku berpura-pura tidak bisa melepas sabuk pengamannya. Dengan senyum penuh pengertian Sofie datang membantu, tentu saja diiringi dengan ledekan keluargaku.
"Mbak bisa bantu lepaskan sabuk pengaman saya." pintaku.
"Oh iya, tentu saja. Penerbangan pertama yah?" kata Sofie ramah.
"Iya, begitulah." jawabku.
"Yah.. begitulah.." ledek Ingrid adikku yang kemudian segera aku pelototi.
Keluarga segera turun lebih dulu seakan memberikan kesempatan padaku. Itulah yang aku suka dari keluargaku, selalu pengertian. Sehingga akupun memiliki kesempatan ketiga,
"Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine wanito ing netro. Geni abang napsu abang, lebur dadi siji ing lebur jiwo. Leburen jiwane manungal ing jabang bayine Dony Bara. Lebur.. lebur.. lebur.."

"Mbak Sofie.."
Sofie yang masih sibuk melepaskan sabuk pengamanku yang segaja aku belitkan sebelumnya. Dan fuuhh.. tepat ketika dia memandangku.
"Apa kita bisa ketemuan habis ini?" tanyaku kemudian.
"Oh.. ah.. iya." jawabnya sedikit linglung.
"Dimana?" tanyaku lagi.
Dengan terburu-buru Sofie menyelipkan selembar kartu nama ke saku hemku dengan berbisik,
"Jam tujuh."
Lalu segera berlalu dengan kerlingan matanya yang indah. Dan akupun segera berlalu menyusul keluargaku yang telah menunggu.

Jam tujuh malam. Aku sudah berada di depan rumah mungil bercat hijau itu. Aku ketuk pintunya perlahan. Sofie membukakan pintunya dengan senyum merekah.
"Hai Don, aku tak sabar menunggumu."
Aku segera masuk ke dalam ruang tamunya yang tak begitu luas tapi tertata apik. Tapi aku lebih tertarik pada Sofie yang sexy. Apalagi Sofie langsung saja menarikku ke dalam kamarnya yang hangat.
"Aku sangat tersanjung dengan penyambutanmu, Sofie." kataku kemudian duduk di sofa dekat jendela kamar.
"Bagaimana menurutmu dengan penampilanku, Don?"
"Lingerin itu sangat cantik kau kenakan. Aku bisa melihat tubuhmu yang indah." kataku memandangi Sofie yang membelai setiap lekuk tubuhnya dari wajah sampai pahanya yang terbalut lingerin merah menyala yang super tipis.
"Laluu..?" desahnya menggugah birahiku.
"Aku bisa memandangi dadamu yang kencang dan montok itu hingga menjadi gila." kataku memandangi Sofie yang meremas-remas kedua buah dadanya yang bersembunyi di balik lingerin yang membuat Sofie nampak semakin sexy itu.
"Ooohh.. laluu.." desahnya memacu libidoku.
"Aku bissa memandangi perutmu yang langsing hingga aku makin bergairah padamu.." kataku sambil memandangi Sofie yang membelai perutnya yang langsing terbuka tanpa terbalut kain apapun hingga membuat jantungku berdetak keras.
"Laluu.. Doonn.." desahnya membuat nafasku tersengal.
"Aku bisa memandangi pahamu yang sekal sampai aku merasa ingin selalu membelainyaa.." kataku sambil memandangi Sofie yang mengelus pahanya yang terbalut stoking tipis di atas kursi.
"Lalu.. apalagi Donn.." desahnya semakin panjang.
"Aku.. bisa memandangi bokongmu yang padat dan kenyal sampai.. membuat air liurku bagai menetes." kataku sambil memandangi Sofie yang meremas kedua bokongnya yang sengaja menungging memancing gairahku yang semakin membakar.
"Teruss.. apalagi Doonnyy.." erang Sofie.
"Aku bisa.."
"Bissa apaa.. sayaanng.." desah Sofie sambil membuka resleting lingerinnya yang melingkar menutupi bagian kemaluannya.
"Aku.. bisa.. memandangi pussymu.. yang ingin aku korek dengan nagakuu.. manis.." kataku sambil melucuti kaos dan celana jeansku.

Segara saja aku menyergapnya, dan kami bercumbu dengan penuh gairah. Kami berciuman, beradu lidah dan bergantian mengisapnya. Kuciumi semua permukaan wajahnya dan kujilati semua lekuk wajahnya. Hingga lidah Sofie menjulur menjilat lidahku lalu menghisapnya kuat-kuat.
"Aaacchh.. Soff.. ummhh.." desahku dengan nafas tersendat-sendat menahan gemuruhnya kawah birahi yang seakan ingin meluap.

Tanganku tak diam. Membelai kelangsingan perutnya, punggungnya, dan meremas-remas bokong Sofie yang padat. Kemudian tanganku membelai vaginanya yang menyembul dari lingerinnya yang melekat ketat di tubuhnya. Jari manis dan telunjukku merenggangkan pinggiran vagina Sofie. Lalu jari tengahku menekan-nekan klitorisnya dengan penuh sampai membuatnya mendengus manja.
"Oooh.. sshh.. terus.. say.. iya.. enak disitu.. uuhh..!"

Lendir kenikmatan Sofie membasah di jari-jariku. Gerakannya menggila meremas-remas rambut dikepalaku yang serasa mau rontok saja. Lalu jemari Sofie menurun membelai-belai punggungku dan cumbuannya beralih pada dadaku yang berbulu kemudian menciumi kedua puting susuku yang kecil dan dihisapnya penuh perasaan.
"Aaahh.." pekikku penuh dengan perasaan yang sebelumnya tak pernah ada.
Baru kali ini puting susuku dihisap oleh cewek dan rasanya.. geli dan nikmat banget. Sekali kesempatan aku buka resleting lingerinnya dan Sofiepun menarik perlahan lingerin itu seiring cumbuannya pada daerah sekitar perutku. Darahku bagai berhenti mengalir ketika Sofie menghisap pusarku lalu menjilati lubangnya dengan lidahnya.
"Aachh.. Soff.. kamu pintar sayang.." mulutku menceracau tak karuan.
"Ssst.. tenanglah say.. aku akan menikmatkanmu.." ujarnya sambil merosot CDku. Dan dengan sigap disepongnya penisku yang sudah penuh dengan tegangan tinggi itu.
"Ssooff.. ahh.. enak say.. sambil mainkan buahnya say.. aduh nikmatnya.. ohh.." erangku penuh emosi birahi.

Saking tak tahannya aku terduduk kembali di sofa dan Sofie mengikuti dengan berjongkok dengan tubuhnya yang sudah bugil itu. Seluruh persendiaku terasa mau pecah oleh permainan lidah Sofie yang menjilat-jilat ujung penisku yang merah membara dan permainan bibirnya ketika tangan Sofie membimbing penisku masuk keluar rongga mulutnya. Reflek kutarik dan kumasukkan kembali penisku ke arah mulutnya berulang kali. Sedangkan tanganku mulai sibuk mencari-cari payudara Sofie yang menggelantung di dadanya. Ah.. eh.. desah Sofie di sela-sela penisku merasakan setiap cubitan-cubitan kecil di puting susunya. Ketika aku meremas-remasnya, terasa begitu kenyal daging yang tumbuh tak proporsional dengan badan Sofie itu.

Permainan lidah Sofie semakin menjadi-jadi hingga membuat nafasku seakan tak bisa mengimbangi semangatnya. Sofie terus mengenyot-ngenyot penisku dan menekan-nekannya sambil mempermainkan buah zakarku. Mendadak saja aku merasakan bahwa magmaku ingin menyembur keluar.
"Aduh.. sayy.. aku hampir nyampe.. aku tekan yaa.."
Sofie mengeluarkan batang penisku dari mulutnya dan aku segera menekannya lalu croot.. croot.. air maniku keluar banyak banget dan menyembur ke wajah Sofie, seluruhnya. Cairan putih kental itu nampak menjijikkan. Tapi Sofie dengan nikmat menjilatinya. Aku mengelap mukanya dengan lingerinnya. Sofie kembali melumat 1/2 bagian penisku lalu menghisapnya hingga air maniku habis keluar.
"Mmmhh.. ahh.. spermamu enak say.." katanya sambil mengocok ngocok penisku di dalam mulutnya. Penisku kembali bangun dan menyodok-nyodok rongga mulut Sofie. Makin lama muka Sofie nampak memerah nafasnya berat dan mendesah-desah.
"Shh.. aahh.. ahh.. Doonn aku hampir sampai nih.." katanya sambil mendongak kearahku.
"Kamu nungging dong sayang.." kataku. Sofie segera menunging membelakangiku. Tanganku berpegangan pada payudara Sofie yang menggantung bebas sedangkan Sofie menjadikan pahaku sebagai pegangan. Setelah siap segera aku mengambil ancang-ancang menyodokkan penisku kearah lubang vaginanya yang licin dan basah.

Sleepp.. bless.. aku langsung memasukkan batang penisku terburu-buru. Kepala penisku dengan mudah menembus lorong kawin Sofie yang tak perawan lagi itu.
"Aachh.. uhh.." pekiknya membakar gairahku. Kutekan penisku agar menghunjam lebih dalam lagi. Dan akupun segera menggoyangnya dari belakang.
"Aduh Donn.. enak terus.. yang cepat say.. shh.. ahh.. oohh..!"
Ssuurr.. lendir kenikmatan Sofie menghangat di sekujut penisku. Segera kutarik dan kumasukkan kembali batang penisku kearah vaginanya. Sofie semakin menceracau ketika aku kembali menggoyangnya dan diapun menggoyangkan bokongnya. Tangannya menuntunku meremas-remas payudaranya yang semakin besar dan kencang karena bengkak.
"Iya.. gitu yang.. remas terus.."

"Kita kekasur yuk say.." kataku.
Sofiepun menurut dan segera menghempaskan tubuhnya terlentang di kasur. Aku segera berjongkok di atas perutnya dan mencumbui sekwildanya sedangkan naga kecilku ikut-ikutan menusuk-nusuk susu Sofie. Aku remas-remas payudara Sofie itu dengan sedikit kasar tapi menggairahkan buktinya Sofie menggeliat-geliat merasakan amukan badai cinta. Aku remas terus kedua buah dada yang mengeras itu sambil sekali-kali menekan-nekan putingnya. Sofie mendesis-desis,
"Sayang.. kamu hot banget.."
Aku membalas ucapan Sofie dengan ciuman di bibirnya. Mau tak mau tubuh kami mendekat hingga naga kecilku menempel diulu hatinya. Kemudian Sofie menangkapnya lalu membelainya dengan mesra. Birahiku kembali meluap.
"Sofie.. sayang.. payudara kamu kok gede banget sih say.." kataku kemudian.
"Penny kamu juga gede Don.. aku suka.." jawab Sofie menggelitiki ujung kepala penisku.
"Aachh.. kamu nakal. Aku makan nih ehmm.."
Langsung saja aku kulum puting payudara Sofie. Cewek itu melenguh menggenggam-genggam penisku. Aku segera membalasnya dengan menghisap payudaranya kuat-kuat.
"Ohh Donny.. kamu panas banget.. ohh.." desah Sofie sambil meremas penisku sampai rasanya ingin remuk. Aku serang payudaranya semakin garang. Aku terdengar detak jantungnya yang memburu berpacu dengan naluri bercinta kami. Tangan kiriku segera bekerja menyusuri goa kemaluan Sofie yang semakin becek aku telusuri lorong-lorong sempitnya, aku pelintir juga clitorisnya yang berdenyut-denyut. Tiba-tiba Sofie mengerang,
"Achh.. uuhh.. Donny.. entotin aku lagi say.." pinta Sofie.

Tapi aku belum puas bermain-main. Segera kuangkat tubuh Sofie, lalu kuletakkan bantal dibawah pantatnya. Nampak paha mulus Sofie masih terbalut stocking tipis. Terlihat pula goa kenikmatan Sofie yang berbulu tipis licin mengkilap. Penisku makin menegang. Sofie mengerang saat jari telunjukku menguak kedua dindingnya yang merah. Otot pahanya meregang saat kujilati bagian dalamnya dan menusuk-nusuknya.
"Aaahh.. sstt.. oohh..!" rintih Sofie tiada aku perdulikan aku segera menghisap clitorisnya.
"Ouuwww.. ooh.. sshh.. say.. cepet masukin!" rintihan kenikmatannya kali ini terdengar nyaris seperti jeritan.

Tiada tega aku mendengarnya maka segera saja aku tekan penisku memasuki lubang kawinnya yang menganga. Bless.. masuk! Segera saja aku pompa masuk keluar masuk keluar lalu berputar.
"Ogghh.. terus sayang.. nikmat sayang.. terus sayangg.."
Aku terus memompa sampai rasanya lubang kawin Sofie berdenyut-denyut. Dan tak lama kemudian kami merasa akan mencapai oragasme lagi.
"Ssshhtt.. aahh.." rintih Sofie.
"Hoohh.. aahh.." erangku bagai teriakan.

Aku cabut penisku dari vagina Sofie. Lalu kami terlentang diatas kasur empuk itu. Bau keringat kami berbaur, demikianpun bau lendir-lendir kenikmatan kami. Nafas kami berangsur normal kembali.
"Don, makasih ya kamu mau main denganku malam ini."
"Makasih juga sama pussymu yang memuaskanku malam ini, Sof."

Malam itulah kali pertama aku main sex sama cewek yang bukan perawan. Rasanya lain banget, tapi sofie istimewa hingga kemudian aku merasa belum saatnya menghapus lebur jiwo dari diri Sofie. Aku ingin mengulanginya lain hari.

E N D
Korban Pelet 2: Sri

Korban Pelet 2: Sri

Setelah puas dengan Gina (Korban Pelet 1), aku segera pergi menyusul orang tuaku ke rumah Oom Dhar di Semarang. Oom Dhar sedang merayakan resepsi pernikahan putrinya, Wulan yang biasa diistilahkan ngunduh mantu. Dasar aku ini playboy tulen, tahu aja barang bagus. Mataku berbinar-binar, dadaku berdentang-dentang dan pikiranku berubah ngeres ketika sekilas ekor mataku menyambar sesosok mahluk menarik sedang ngobrol dengan mempelai perempuan. Aku segera mendekati cewek cantik itu. Dengan sedikit basa-basi aku perkenalkan nama.
"Hai, aku Dony, sepupunya Wulan," sapaku sambil mengulurkan tangan.
"Hai juga," jawab cewek itu malu-malu menjabat tanganku.
Wulan yang melihatnya tertawa mengikik. Aku segera menyikut bahunya agar tahu keinginanku.
"Dia Sri, temanku di kampus Don," ujar Wulan.
"Ohh.."



Jadi temen kampusnya Wulan, toh. Pantas saja masih muda. Kuperkirakan usia cewek itu sekitar 23 tahun. Mana kulitnya yang kuning langsat, hidungnya mbangir, pipinya tembem tapi punya lesung pipit yang manis sekali. Matanya bening menampakkan pribadi yang cerdas.
"Malam ini, Sri akan jadi pager ayunya Don," tambah Wulan yang kemudian dicubit kecil oleh Sri.
Ohh.. pantas. Malam ini Sri nampak cantik sekali dengan busana jawanya yang melekat ketat di tubuhnya yang langsing. Nampak belahan dadanya memisahkan kedua buah dadanya yang menggelembung menggiurkan. Air liurku rasanya mau menetes kalau saja aku tak segera meneguk segelas jus yang disuguhkan. Tapi hasratku untuk menikmati cinta Sri tak terbujukkan. Segera saja setelah acara itu berakhir aku menawarkan diri untuk mengantar Sri pulang. Dengan malu-malu cewek itu mau juga aku antar.
"Hati-hati lho Don," kata ibuku ketika kami hendak pergi.
"Sri jangan lupa pakaiannya kamu antar kesini lusa ya?" teriak Wulan dibalas anggukan oleh Sri.

Maka melajulah mobil kijang keluaran terbaru itu berisikan aku dan Sri yang masih mengenakan busana adatnya. Kami bercakap-cakap mengisi sepi. Dan kiranya waktunya sudah tepat untuk melafalkan mantra.
"Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine wanito ing netro. Geni abang napsu abang, lebur dadi siji ing lebur jiwo. Leburen jiwane manungal ing jabang bayine Dony Bara. Lebur.. lebur.. lebur..".
"Sri.."
"Apa Mas?" jawab Sri menoleh padaku.
Fuhh.. hembusan angin berasal dari mulutku bertabur mantra dari Mbah Suro. Dalam hitungan detik Sri segera terpengaruh. Matanya memandang sayu ke arahku.
"Oke Sri, kita mau kemana nih?" pancingku mengetes pengaruh ilmu lebur jiwo.
"Terserah Mas Dony aja deh," jawabya dengan senyum yang tersungging di bibirnya yang merah terbalut lipstik.
Yess!! Benar-benar berpengaruh. Aku segera membelokkan mobil ke sebuah hotel terdekat. Hotel itu agak kecil tapi cukup nyaman. Aku segera memesan sebuah kamar. Tak kuperdulikan recepsionist yang terbengong melihatku membawa seorang gadis dengan busana adat jawa.

Sesampainya di kamar hotel aku segera memeluk Sri. Sri tak merasa keberatan bahkan membalas pelukanku. Kubisikkan ke telinganya,
"Cepat bersihkan dirimu, aku ingin kita bermain sepuasnya".
Sri mengangguk mengerti. Dia segera membersihkan riasan di wajahnya dan juga mencopot sanggulnya. Sedangkan aku sendiri menantinya sambil melepas baju batikku yang panasnya bukan main. Sri melepas baju kebayanya. Kemudian dia mendekatiku dengan hanya memakai kemben sebatas dada. Kegempalan dadanya menyembul sebagian membuat batang penisku terbangun.
"Mas Dony ingin aku membukanya?" tanya Sri dibawah pengaruh ilmu lebur jiwo-ku.
"Jangan dulu Sri, aku tak ingin buru-buru."
Tanganku segera menjamah buah dada yang mengintip dari balik kemben itu. Aku remas perlahan kedua bukit kembar yang membuatku ngiler sejak tadi itu. Tanganku memang tak bisa leluasa meremasnya karena terhalang kain kebaya Sri. Tapi nampaknya Sri sudah menikmati setiap remasan yang aku ciptakan. Matanya terkatup rapat dan mulutnya menganga mendesis-desis,
"Sss.. Mass.. nakall sekalii..".

Segera aku cium bibirnya yang kemudian dibalasnya dengan ciuman yang panas. Kemudian kami saling melumat, beradu lidah dan bergantian mengisapnya. Kemudian Sri meciumi pipiku, mataku, keningku, daguku.. Dijilati cuping telingku, dan lidahnya menyodok-nyodok lubang telingaku. Darahku seakan naik ke ubun-ubun. Semakin aku tarik kainnya dan kemudian aku paksa kain itu lepas dari tubuh Sri yang sibuk menjilati leher belakangku. Kain kemben itu lolos dari tubuh Sri meninggalkan BH tak bertalinya dan CD putih tipis. Aku dekap tubuh Sri sambil meremas dada Sri yang masih berlapis BH itu dengan penuh perasaan, lalu tanganku bergerak ke punggungnya berusaha membuka pengait BH itu. Aku sudah berhasil melepas pengait BH nya sehingga dengan bebas tangan kananku membelai dan meremas buah dadanya yang keras sementara tangan kiriku masih tetap mendekapnya. Mulutku pun menciumi leher jenjang Sri, sambil tanganku memainkan puncak puting susu Sri yang kenyal dan mulai mengeras. Sri memejamkan matanya meresapi setiap jamahan tanganku sedangkan bokongnya terus maju hingga terasa gundukan kemaluannya menempel di penisku yang sudah menegang.

Bagai sudah tak sabar untuk dipuasi, Sri mendorongku hingga terduduk di pinggiran kasur hotel. Sri segera melucuti CD tipisnya kemudian berjongkok didepanku lalu menarik resleting celanaku. Aku segera membantunya karena rasanya adikku tak tahan lagi lama-lama didalam. Calana dan CDku lepas terlempar ke lantai. Dan adikku nampak tegang melotot kearah pemandangan yang wuihh.. itu.
"Wowww.. besar banget.. tegang lagi.." kata Sri melirikku nakal.
"Kamu suka?" tanyaku.
Sri mengangguk kemudian menjilati ujung penisku.
"Uuh.." desisku.
Sri mencumbui seluruh permukaan batang penisku sampai ke pangkalnya lalu memainkan isapan-isapannya. Lidahnya terus menari dan meliuk menyusuri buah zakarku.
"Uuhh.. Srii.. achh.." rintihku sambil menjambak-jambak rambut Sri yang berbau hairspray.

Sri segera memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya. Penisku seakan mau meledak diisap-isap oleh Sri, bahkan lidah Sripun masih terus aktif menjilati ujung penisku sedangkan jemarinya sibuk menarik-narik kecil tiap-tiap bulu halus di kedua buah zakarku. Ach.. tiba-tiba otot-otot penisku menegang.
"Aku keluar.. Sri.. eeghh.."
Ser.. ser.. air maniku mengucur melewati batang penisku dan croot.. croot..
Tak ada waktu lagi buat Sri untuk menghindari muntahan air maniku. Srrup.. srruup.. Sri mengisap ujung penisku hingga air maniku habis keluar.
"Mmmhh.. aahh.. enak sekali Mas.." katanya sambil mengocok-ngocok batang penisku mencari sisa air maniku.

Setelah cukup lama memanjakan adikku, Sri melemparkan tubuhnya ke atas kasur, dan jatuh telentang. Langsung saja aku menyergapnya, dan aku cumbui susunya dengan dorongan nafsu tingkat tinggi. Kini kedua tanganku mengelus-elus pinggiran payudaranya, berputar sampai akhirnya meremas bagian puncaknya. Sri menggeliat menahan segala hasrat hatinya.
"Oooh.. sshh.. terus.. Mas..!" desah Sri.
Aku jilati pinggiran buah dadanya, lalu merayap menuju puncak dan menghisap putingnya.
"Oh.. sayang..!" rintih Sri nikmat.

Tanganku beralih menurun membelai-belai perut langsingnya hingga kemudian merasakan gelinya bulu-bulu vagina Sri yang cepak dan becek. Kubekap vaginanya kemudian kutekan berulang-ulang. "Oooh.. Mas.. ahh..!" desah Sri sekali lagi.
"Asyik kan say..," dengusku sambil terus mencumbui susunya berbanti-ganti. Berulang kali telapak tanganku tersembur oleh cairan basah yang menyembur dari lubang kenikmatannya. Jari manis dan telunjukku merenggangkan dinding vagina Sri. Lalu jari tengahku mengorek-ngorek klitorisnya dengan penuh perasaan.
"Cumbui vaginaku Mas.. lakukanlah untukku.." rintihnya penuh nafsu.

Segera kutarik kakinya hingga menggantung di bibir kasur. Kemudian aku berjongkok menghadap bukit belah yang menyembul di pangkal pahanya yang mulus kian menantang. Oughh.. rasanya penisku mau meledak. Kemudian jemariku mengelus-elus bulu-bulu cepak itu. Sri menjerit tertahan saat kucoba menguak kemaluannya dengan jari telunjukku. Tak sabar segera lidahku menjilat-jilat isi bukit terbelah nan merah itu. Otot pahanya meregang saat kuhisap clitorisnya.
"Ohh.. mmhh.. aahh.. teruus.. Mas.. yang dalam jilatin itilku.. hissaap.." suara erangan Sri memacu semangatku. Kemudian aku singkap lubang kawinnya dengan jari manis dan telunjukku. Kemudian jari tengahku membenam dan mengorek-ngorek lubang sempit itu.
"Ouw.. ooh.. sshh.. Mas, saya nggak tahan.. cepet masukin penismu..!" pekiknya.

Aku segera berdiri dan menarik kedua kakinya hingga menjepitan pinggangku. Aku bimbing penisku yang sudah sangat tegang membesar agar menyentuh bibir kemaluan Sri. Kudorong sedikit. Dia memekik sambil memejamkan mata dengan rapatnya. Kutahan nafas. Lalu kutekan lagi. Kutekan. Dan kutekan terus. Tak memperdulikan rintihannya. Setahap demi setahap kutambah tenaga dorongku. Hingga kemudian dia menjerit, merintih keras, "Acchh.. sshh..!"

Uppss.. oohh.. lubang kawin Sri bagai menggencet batang penisku, penisku serasa ingin remuk. Lalu segera kupompa hingga kami merasakan nikmat yang tiada tara. Otot-otot vaginanya berkontraksi memijat-mijat penisku menimbulkan rasa syur yang luar biasa. Tubuh Sri bergoyang naik turun mengimbangi permainanku.
"Ahh.. enak.." erangnya dengan mata terpejam. Sri terus bergoyang sambil sesekali menjerit kecil. Susunya yang bengkak bergerak naik turun, aku langsung meremasnya. Lalu aku menindihnya dan terus memompanya dari atas.
"Aaahh.. Mas.. terus.." erangnya.
Aku memompa terus naik turun sampai akhirnya Sri mengerang panjang,
"Ogghh.. terus Mas.. yeah.. nikmat sayang.. aku sudah hampir sampai.."
"Tunggu.. say.. sebentar lagi aku sampai.."
Kupacu dia dengan irama yang lambat. Dia mengerang, menjerit, merintih dan kemudian.. Sssuur.. cairan orgasme Sri menghangat di ujung penisku. Spermaku mendesir lalu crrott.. croott.. air maniku keluar dengan derasnya ke dalam lubang kawin Sri.
"Aku mencintaimu Mas Donny," bisik Sri sambil memeluk dan menciumi bibirku.

Aku melepaskan pelukan Sri dan kemudian mencabut batang penisku. Aku tersentak kaget ketika ujung penisku berlumuran lendir kenikmatan kami dan darah.
"Sri, kamu masih perawan ya?" tanyaku.
"Sekarang tidak lagi." jawabnya sambil menyunggingkan senyum.
"Makasih ya say.." ujarku sambil kembali mencumbui bibirnya yang sexy.
Berarti aku telah memerawani dua cewek dengan menggunakan ilmu lebur jiwo ini. Dengan basuhan darah perawan, maka ilmu lebur jiwoku pasti akan tambah sakti.

Aku beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Tapi rupanya Sri menyusulku sambil menggayut di pundakku. Ketika sampai di kamar mandi kami saling membasuh di bawah guyuran air shower. Sesekali tanganku dengan nakal meremas dada Sri yang masih tampak membengkak.
"Berapa sih ukuran dadamu?" tanyaku.
"36," jawab Sri singkat sambil menikmati setiap sentuhanku.
"Bagaimana perasaanmu waktu bercinta denganku?" tanyaku lagi.
"Aku jadi pingin lagi dan lagi." jawab Sri sambil menjatuhkan diri di lantai kamar mandi.

Aku segera menindih tubuh Sri yang mengkilap basah. Aku lumat kembali bibirnya hingga kemudian aku berbisik lirih dan dekat di telinganya,
"Srii.. kamu di atas yah?"
Segera kami berganti posisi. Sri segera naik keatas perutku dan dengan segera di pegangnya batang penisku sambil diarahkan ke lubang kemaluannya yang semakin licin. Slep.. slep.. bless.. batang penisku amblas semua ditelan oleh bibir lubang kawin Sri.
"Aaach.. aku goyang ya Mas.." katanya sambil memutar pantatnya yang bahenol. Rasanya nikmat menjalar dari batang penisku hingga seluruh tubuh ketika Sri memutar batang penisku dalam vaginanya makin lama makin cepat.
"Aaahh.. Sri.. enak banget ahh.."

Aku segera terduduk sambil mulutku hinggap pada puting susunya, segera kulumat dan kuhisap. Tangan Sri meremas-remas rambutku sedangkan tanganku berpegangan pada bokongnya yang bahenol.
"Ahh.. uhh.. egghh.." suara Sri setiap kali aku menghentak-hentakkan penisku di dalam vaginanya.
Kugenjot vaginanya dengan cepat. Gerakan Sri menggila setiap dia naik turun diatas batangku yang terjepit erat oleh liang kenikmatannya. Kupompa vaginanya sampai kami tak sadar bibir kami saling mengeluarkan desahaan dan rintihan birahi.
"Shh.. aahh.. Mas.. Sri sampai nih" Rintih Sri sambil mendongakkan kepalanya.
"Kita bareng-bareng yah say.." kataku lalu menghunjamkan penisku semakin dalam.
Seerr.. serr.. croot.. croot.. croot kami keluar bersamaan. Libido kami terpuaskan. Lalu aku mencabut penisku dari lubang surgawi Sri. Dengan sisa-sisa tenaga kami bersihkan tubuh kami bersama-sama. Kemudian tidur berpelukan dalam damai.

Pukul 05.00 Wib aku antar Sri sampai di rumahnya. Ketika dia sudah masuk ke dalam rumah aku segera memutar mobilku kembali ke rumah Oom Dhar. Segera aku lafal mantra pelepas pengaruh lebur jiwo. Lalu aku segera mencari-cari alasan ketidak pulanganku semalam.

E N D